Jumat, 18 Mei 2012

Apakah Ada Pacaran Dalam Islam?

Apakah Ada Pacaran Dalam Islam?

pertanyaan:
Apakah ada pacaran di dalam ajaran Islam?
Jawab:
Ada, bahkan Islam mengajarkan pacaran yang cubit-cubitannya dapet pahala, saling tatap dengan pasangannya berpahala, saling membelainya juga dapet pahala. Pacaran macam apa yang Islam ajarkan hingga bisa berpahala? Yaitu pacaran yang sudah diikat dengan pernikahan.
Lalu, bagaimana cara berpacaran bagi yang belum menikah? Jawabannya adalah tidak ada, yang bisa dilakukan adalah bersabar untuk tidak mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsu itu hanya membawa pada kehancuran. Engga cukupkah contoh yang banyak di sekitar kita tentang perilaku pemuda-pemudi yang berpacaran. Engga sedikit yang stress, mengorbankan banyak materi, moralnya rusak, jangankan yang jadi gila, yang bunuh diri aja ada banyak.
Daripada memikirkan hal yang tak ada manfaatnya itu lebih baik mempelajari Islam dengan baik. Dimulai dari merubah lingkup pergaulan. Islam mengajarkan kita untuk bergabung dengan komunitas orang-orang yang baik. Setidaknya berusaha untuk berkumpul dan berinteraksi dengan orang-orang yang baik akhlak dan pikirannya akan membantu kita dalam memperbaiki diri. Seperti halnya kalo kita sering main sama penjual minyak wangi, pasti kita bakal kena wanginya. Sama juga kalo kita sering bergaul sama penjual arang, bau apeknya juga bakal menempel di pakaian kita. Kurang lebih ibaratnya seperti itu ketika kita bergaul dengan banyak orang. Dan bukan berarti kita disuruh untuk pilah-pilih temen, kita dianjurkan untuk tetap bergabung dengan komunitas yang seenggaknya dari komunitas itu bisa memberikan kebaikan untuk diri kita.
Tapi, bukannya ada pacaran yang positif ya? Hanya berkomunikasi lewat sms, bahkan saling mengingatkan dalam kebaikan seperti mengingatkan tentang waktu shalat dan ibadah lainnya. Kalo kaya gitu gimana, boleh ngga?
Bukannya kita tau bahwa ada pepatah jawa yang mengatakan “Witing trisno jalaran soko kulino”? Yang artinya bahwa cinta itu tumbuh dari ada interaksi yang intensif. Okelah, anggap aja pacaran dengan model yang positif tadi itu baik, tapi yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah bahwa setan itu berusaha menjatuhkan manusia melalui cara-cara yang kreatif, termasuk membungkus keburukan dalam bungkus kebaikan. Seolah-olah baik, namun ujung-ujungnya akan sama.
Siapa yang berani jamin kalo dari hubungan yang awalnya hanya sekedar sms, hanya sekedar mengingatkan, hanya sekedar memberi kabaikan itu akan berujung pada hal-hal yang dilarang? Dari itulah Allah melarang hambaNya untuk tidak mendekati zina. Lho, masa saling menasihati dibilang mendekati zina? Memangnya saling menasihati hanya bisa dilakukan kepada lawan jenis? Sepertinya masih banyak teman sesama jenis yang lebih butuh bimbingan serta nasihat kita.
Intinya sih, bagaimanapun jenis pacarannya kalo belum diikat dengan pernikahan maka akan sama halnya mendekati zina. Dan kita juga tau bahwa zina termasuk dalam daftar dosa-dosa besar. Na’udzubillah deh.
Tetap berdoa untuk dijauhkan oleh Allah dari hal yang dilarang Islam. Mungkin itu tanggapannya, semoga membantu dan bermanfaat.

pengambilan dari blog sebelah

Rabu, 09 Mei 2012

waqaf


Di desa kami, Simpang Wetan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan, ada sebuah masjid kuno yang terletak di tepi jalan raya, sehingga apabila sewaktu-waktu ada pelebaran jalan, pasti masjid tersebut akan digusur. Untuk mengantisipasi hal tersebut, takmir masjid membentuk panitia pembangunan yang melakukan pemugaran total, dengan cara:
  • Separo dari masjid tersebut, yaitu bagian depan, akan dijadikan halaman dan tempat parkir, karena masjid tersebut sekarang ini tidak mempunyai halaman dan tempat parkir. Dengan demikian, halaman yang asalnya masjid tersebut kemungkinan besar akan terkena najis.
  • Separo dari masjid bagian depan yang dijadikan halaman tersebut, diganti dengan tanah tanah wakaf yang berada di belakang masjid tersebut. Kemudian masjid yang baru dibuat dua tingkat dan tingkat yang kedua berbentuk letter U, sehingga masjid masjid menjadi lebih megah dan lebih besar kapasitasnya menapung jama'ah.
  1. Bolehkah menukar tanah wakaf masjid ?
  2. Bagaimana hukum merubah fungsi tanah yang semula berupa masjid menjadi halaman masjid atau tempat parkir untuk kemaslahatan masjid tersebut?
Jawaban:
Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama' sebagai berikut:
  1. Hukum menukar tanah wakaf masjid:
    1. Menurut madzhab Syafi'i tidak boleh!
    2. Menurut madzhab boleh, dengan syarat:
      • Tanah wakaf tersebut ditukar dengan yang lebih baik manfaat dan kegunaannya.
      • Manfaat dan kegunaan yang lebih baik seperti tersebut di atas harus berdasarkan putusan seluruh pengurus takmir masjid dan para ulama setempat.

    3. Menurut madzhab Hambali, jika fungsi dari bagian depan masjid yang akan dijadikan halaman atau tempat parkir tersebut tidak mungkin dapat dipertahankan keabadiannya; karena keberadaan masjid di tepi jalan itu mutlak memerlukan halamman dan tempat parkir untuk menjaga keselamatan para pengunjung masjid dari
      kecelakaan lalu lintas dan kemungkinan ada pelebaran jalan, maka hukumnya boleh.
  2. Hukum tanah yang semula berfungsi sebagai masjid, kemudian berubah menjadi halaman atau tempat parkir:
    1. Menurut madzhab Syafi'i, tanah tersebut hukumnya tetap seperti hukum masjid, sehingga tidak boleh ada wanita yang sedang haidl berada di halaman tersebut dan hukum-hukum masjid lainnya.
    2. Munurut madzhab Hanafi, setelah tanah tersebut diputuskan menjadi halaman masjid, maka hukumnya seperti halaman masjid yang lain yang tidak sama dengan hukum masjid.
    3. Menurut madzhab Hambali, setelah tanah tersebut berubah fungsinya menjadi bukan masjid, maka hukumnya juga berubah.
Dasar Pengambilan:
  1. Kitab I'aanatut Thaalibiin juz III halaman 181:

    وَلاَ يَنْقُضُ الْمَسْجِدُ اَيِ الْمُنْهَدِمُ الْمُتَقَدِّمُ ذِكْرُهُ فِى قَوْلِهِ " فَلَوِ انْهَدَمَ مَسْجِدٌ " ، وَمِثْلُ الْمُنْهَدِمِ اَلْمُتَطِّلُ . ( وَالْحَاصِلُ ) اَنَّ هذَا الْمَسْجِدَ الَّذِى انْهَدَمَ اَىْ اَوْ تَعَطَّلَ بِتَعْطِيْلِ اَهْلِ الْبَلَدِ لَهُ كَمَا مَرَّ لاَ يُنْقَضُ اَىْ لاَ يُبْطَلُ بِنَاؤُهُ بِحَيْثُ يُتَمَّمُ هَدْمُهُ فِىْ صُوْرَةِ الْمَسْجِدِ الْمُنْهَدِمِ اَوْ يُهْدَمُ مِنْ اَصْلِهِ فِى صُوْرَةِ الْمُتَعَطَّلِ ؛ بَلْ يَبْقَى عَلَى حَالِهِ مِنَ الاِنْهِدَامِ اَوْ التَّعْطِيْلِ . وَذلِكَ لإِمْكَانِ الصَّلاَةِ فِيْهِ وَهُوَ بِهذِهِ الْحَالَةِ وَلإِمْكَانِ عَوْدِهِ كَمَا كَانَ .
    "Dan tidak boleh masjid dirusak. Artinya, masjid yang roboh yang telah disebutkan sebelumnya dalam ucapan mushannif "Maka andaikata ada sebuah masjid yang roboh". Masjid yang menganggur adalah seperti masjid yang roboh. Walhasil, sesungguhnya masjid yang telah roboh ini, artinya, atau telah menganggur sebab dianggurkan oleh penduduk desa tempat masjid tersebut berada sebagaimana keterangan yang telah lalu, maka masjid tersebut tidak boleh dirusak, artinya bangunannya tidak boleh dibatalkan dengan jalan disempurnakan penghancurannya dalam bentuk masjid yang roboh, atau dihancurkan mulai dari asalnya dalam bentuk masjid yang dianggurkan. Akan tetapi hukum masjid tersebut tetap dalam keadaannya sejak roboh atau menganggur. Yang demikian itu ialah karena masih mungkin melakukan shalat di masjid tersebut dalam keadaannya yang roboh ini dan masih mungkin mengembalikan bangunannya seperti sediakala".

  2. Kitab As Syarqawi juz II halaman 178:

    وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا وَاِنْ خَرَبَ ، خِلاَفًا لِلْحَنَفِيَّةِ . وَصُوْرَتُهُ عِنْدَهُ اَنْ يَكُوْنَ الْمَحَلُّ قَدْ آلَ اِلَى السُّقُوْطِ فَيُبْدَلُ بِمَحَلٍّ آخَرَ اَحْسَنَ مِنْهُ بَعْدَ حُكْمِ حَاكِمٍ يَرَى صِحَّتَهُ .
    "Tidak boleh menukarkan barang wakaf menurut madzhab kami (Syafi'i), walaupun sudah rusak. Berbeda dengan madzhab Hanafi yang membolehkannya. Contoh kebolehan menurut pendapat mereka adalah apabila tempat yang diwakafkan itu benar-benar hampir longsor, kemudian ditukarkan dengan tempat lain yang lebih baik dari padanya, sesudah ditetapkan oleh Hakim yang melihat kebenarannya".

  3. Kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 512:

    اَرَادَ اَهْلُ الْمَحَلَّةِ نَقْضَ الْمَسْجِدِ وَبِنَاءَهُ اَحْكَمَ مِنَ الاَوَّلِ ، إِنِ الْبَانِى مِنْ اَهْلَ الْمَحَلَّةِ لَهُمْ ذلِكَ ، وإِلاَّ فَلاَ .
    "Penduduk suatu daerah ingin membongkar masjid dan membangunnya kembali dengan bangunan yang lebih kokoh dari yang pertama. Jika yang membangun kembali masjid tersebut adalah penduduk daerah tersebut, maka hukumnya boleh, dan jika tidak maka hukumnya tidak boleh".

  4. Kitab Syarhul Kabir juz III halaman 420:

    فَاِنْ تَعَطَّلَتْ مَنَافِعُهُ بِالْكُلِّيَّةِ كَدَارٍ اِنْهَدَمَتْ اَوْ اَرْضٍ خَرَبَتْ وَعَادَتْ مَوَاتًا لَمْ يُمْكِنْ عِمَارَتُهَا اَوْ مَسْجِدٍ اِنْتَقَلَ اَهْلُ الْقَرْيَةِ عَنْهُ وَصَارَ فِى مَوْضِعٍ لاَ يُصَلَّى فِيْهِ اَوْ ضَاقَ بِاَهْلِهِ وَلَمْ يُمْكِنْ تَوْسِيْعُهُ فِى مَوْضِعِهِ ، فَاِنْ اَمْكَنَ بَيْعُ بَعْضِهِ لِيُعَمَّرَ بَقِيَّتُهُ جَازَ بَيْعُ الْبَعْضِ وَاِنْ لَمْ يُمْكِنِ الإِنْتِفَاعُ بِشَيْءٍ مِنْهُ بِيْعَ جَمِيْعُهُ .
    "Jika manfaat dari wakat tersebut secara keseluruhan sudah tidak ada, seperti rumah yang telah roboh atau tanah yang telah rusak dan kembali menjadi tanah yang mati yang tidak mungkin memakmurkannya lagi, atau masjid yang penduduk desa dari masjid tersebut telah pindah; dan masjid tersebut menjadi masjid di tempat yang tidak dipergunakan untuk melakukan shalat, atau masjid tersebut sempit dan tidak dapat menapung para jama'ah dan tidak mungkin memperluasnya di tempat tersebut, ... jika mungkin menjual sebahagiannya untuk memakmurkan sisanya, maka boleh menjual sebahagian. Dan jika tidak mungkin memanfaatkannya sedikitpun, maka boleh menjual seluruhnya".


wasiat



Beberapa waktu lalu Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan seorang anak non muslim untuk mendapatkan bagian harta warisan orang tuanya (muslim) yang telah meninggal dunia. Dia mendapat warisan sebanyak bagian warisan saudara-saudara
kandungnya yang muslim. MA memenangkan dengan alasan Wasiat Wajibah, padahal di tingkat Pengadilan Agama anak non muslim tersebut tidak mendapat bagian warisan dari keluarganya yang masih muslim.

Pertanyaan:

Apa yang dimaksud Wasiat Wajibah?
Apakah adanya wasiat itu bisa diputuskan oleh orang lain atau pengadilan? Sementara si orang tua tidak pernah mewasiatkan sesuatu kepada anak-anaknya atau orang lain?
Bila keputusan itu bertentangan dengan ajaran agama Islam, siapa yang berdosa?
Jawab:
Menurut Jumhurul Ulama dari para Imam madzhab empat menganggap bahwa wasiat itu pada dasarnya hukumnya adalah sunnah. Namun sebagian ulama dari kalangan madzhab Hanbali ada yang menyatakan bahwa ada wasiat yang hukumnya wajib yaitu wasiat yang diperuntukkan orang tua atau kerabat yang tidak dapat mewaris karena terhalang atau ada faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat mewarisi. Pendapat kedua ini kemudian diadopsi oleh Undang-Undang Mesir dan Syiria, sementara dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia wasiat wajibah ini dibelokkan pada anak angkat (pasal 209) yang dalam hukum Islam sebenarnya tidak mungkin diberi warisan dan tidak wajib di beri wasiat.
Dasar Pengambilan:
الفقه الإسلام وأدلته جز 8 ص 122
بُيِّنَتْ أَنَّ الوَصِيَّةَ لِلأَقَارِبِ مُسْتَحبَّةٌ عِنْدَ الجُمْهُور مِنْهُمْ أَئِمَّةُ المَذَاهِبِ الأَرْبَعَةِ وَلاَ تَجِبُ عَلَى الشَّخْصٍ إِلاَّ بِحَقٍّ للهِ أَوْ لِلْعِبَادِ. وَيَرَى بَعضُ الفُقَهَاءِ كَابْنِ حَزْمٍ الظَّاهِرِى وَأَبِى بَكْرٍ بْنِ عَبْدِ العَزِيْز مِنَ الحَنَابِلَةِ: أَنَّ الْوَصِيَّةَ وَاجِبَةٌ دِيَانَةٌ وَقَضَاءٌ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِيْنَ الذِيْنَ لاَ يَرِثُونَ لِحَجْبِهِمْ عَنِ المِيْرَاث… إِلَى أنْ قَالَ: وَقَدْ أَخَذَ القَانُونُ المِصْرِ وَالسُّوْرِىِّ بِالرَّأيِ الثَانِى.
"…Telah dijelaskan bahwa wasiat kepada kerabat itu adalah disunnatkan menurut jumhur ulama'. Di antara mereka itu adalah para imam madzhab empat. Wasiat itu tidak wajib bagi seseorang kecuali sebab hak dari Allah atau bagi para para hamba Allah. Sebagian ahli fiqih, seperti Ibnu Hazm Adh-Dhahiri dan At-Thobari dan Abu Bakar bin Abdil Aziz dari ulama' madzhab Hambali berpendapat bahwa wasiat itu adalah kewajiban agama dan pembayaran kewajiban bagi kedua orang tua dan para kerabat yang tidak dapat mkarena terhalang dari mewarisi …sampai ucapan pengarang: "Undang-undang Mesir dan Suriah teelah mengambil pendapat yang kedua.
Wasiat wajibah ini tidak membutuhkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam wasiat biasa, karena wasiat wajibah ini tidak membutuhkan ijab kabul. Wasiat wajibah dalam hal ini seperti warisan dan dijalankan sebagaimana pembagian waris.
الفقه الإسلام وأدلته جز 8 ص 123
وَبِمَا أَنَّ هَذِهِ الوَصِيَّةَ لاَ تَتَوَافَرُ لهَا مَقُومَاتُِ الوَصِيَةِ الإِخْتِيَارِيَّةِ لِعَدَمِ الإِيْجَابِ مِنَ المُوصِي وَالقَبُولِ مِنَ المُوصَى لَهُ فَهِيَ أَشْبَهَ بِالمِيْرَاثِ فَيُسْلَكُ فِيْهَا مَسْلَكُ المِيْرَاثِ. فَيُجْعَلُ للذَّكَرِ مْثْلُ حَظِّ الأُنْثَيَينِ, وَيَحْجُبُ الأَصْلُ فَرْعَهُ , وَيَأْخُذُ كُلَّ فَرْعٍ نَصِيْبَ أَصْلِهِ
Dan karena wasiat ini tidak memenuhi keteentuan-ketentuan wasiat yang dilakukan secara sukarela karena ketiadaan ijab dari orang yang memberi wasiat dan tidak ada qabul dari orang yang menerrima wasiat, maka wasiat wajibah ini menyerupai pembagian warisan; sehingga diperlakukan seperti perlaakuan warisan, yaitu bagi laki-laki mendapat bagian dua kali dai bagian perempuan dan ahliwaris yang asal menutupi cabangnya. an setiap cabang mengambil bagian dari asalnya saja.
Secara substansial ketetapan hukum MA ini tidak keliru karena sesuai dengan madzhab Hanbali, tetapi ketetapan ini menjadi perlu dipertanyakan karena diputuskan pada orang yang bermadzhab Syafii yang tidak mengakui adanya wasiat wajibah.
Oleh Ubaid Bin Aziz Hasanan di Fiqh Kontemporer ·

Hukum Berobat


·بســـم الله الرحمن الرحيم


الحمد لله رب العالمين , والصلاة والســلام على ســـيدنا محمد
وعلى آله وصحبه اجمعين , اما بعد .


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : { إنَّ اللَّهَ
أَنـْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ , وَجَعَـلَ لِكـُلِّ دَاءٍ دَوَاءً ,
فـَتـَدَاوَوْا , وَلا تـَتـَدَاوَوْا بِالـْحَرَامِ }


اللهم ارحمنا يوم لا ينفع دواء الطبـيب
, ولا بكاء الحبـيب , ولا دهـشـــة القريب.

باب
التـداوي :


تـَدَاوِي التـَّعْرِيفُ :


1-    التـَّدَاوِي لـُغَة ً : مَصْدَرُ تـَدَاوَى أَيْ : تـَعَاطَى
الدَّوَاءَ , وَأَصْـلـُهُ دَوِيَ يَدْوِي دَوًى أَيْ مَرِضَ , وَأَدْوَى فُلانـًا
يُدْوِيهِ بِمَعْـنـَى : أَمْرَضَهُ , وَبِمَعْـنـَى : عَالَجَهُ أَيْضًا ,
فـَهِيَ مِنْ الأَضْدَادِ , وَيُدَاوِي : أَيْ
يُعَالِجُ , وَيُدَاوِي بِالشَّيْءِ أَيْ : يُعَالِجُ بِهِ , وَتـَدَاوَى
بِالشَّيْءِ : تـَعَالَجَ بِهِ , وَالدَّوَاءُ وَالدَّوَاءُ وَالدِّوَاءُ : مَا
دَاوَيْـتـه بـِهِ . وَلا يَخْرُجُ اسْـتِعْمَالُ الـْـفـُـقـَهَاءِ لَهُ عَنْ
هَذَا الـْمَعْـنـَى , كَمَا تـَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ عِبَارَاتـُهُمْ .


( الأَلـْـفـَاظُ ذَاتُ
الصِّـلـَةِ ) :

أ-     التـَّطـْبِـيبُ :


2-    التـَّطـْبِـيبُ لـُغَة ً : الـْمُدَاوَاة ُ وَالـْعِلاجُ , يـُقـَالُ
: طَبَّ فـُلانٌ فُلانـًا أَيْ : دَاوَاهُ , 
وَجَاءَ يَسْـتـَطِبُّ لِوَجَعِـهِ : أَيْ يَسْـتـَوْصِفُ الأَدْوِيَة َ
أَيُّهَا يَصْــلُحُ لِدَائِهِ . 
وَالطـِّبُّ : عِلاجُ الـْجِسْمِ وَالنـَّـفـْسِ , فَالتـَّطْبِيبُ
مُرَادِفٌ لِلْمُدَاوَاةِ .

ب-   التَّمْرِيضُ :


3-    التـَّمْرِيضُ مَصْدَرُ مَرَّضَ , وَهُوَ التـَّكَفـّـُـلُ
بِالـْمُدَاوَاةِ . يُقَالُ : مَرَّضَهُ تـَمْرِيضًا : إذَا قـَامَ عَلـَيْهِ
وَوَلِيَهُ فِي مَرَضِهِ وَدَاوَاهُ لِيَـزُولَ مَرَضُهُ , وَقـَالَ بَعْضُهُمْ :
التـَّمْرِيضُ حُسْنُ الـْـقِيَامِ عَلَى الـْمَرِيضِ .

ج-    الإِسْعَافُ :


4-    الإِسْعَافُ فِي اللـُّغَةِ : الإِعَانـَة ُ وَالـْمُعَالَجَة ُ
بِالـْمُدَاوَاةِ , وَيَكُونُ الإِسْعَافُ فِي حَالِ الـْمَرَضِ وَغَيْرِهِ ,
فَهُوَ أَعَمُّ مِنْ التـَّدَاوِي ; لأَنـَّهُ لا يَكـُونُ إلا فِي حَالِ الـْمَرَضِ
.


( حُكـْمُهُ
التـَّكـْـلِيفِيُّ ) :


5-    التـَّدَاوِي مَشْرُوعٌ مِنْ حَيْثُ الْجُمْـلَة ُ ; لِمَا رَوَى
أَبُو الدَّرْدَاءِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم :{ إنَّ اللَّهَ أَنـْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ , وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ
دَوَاءً , فَتَدَاوَوْا, وَلا تَتَدَاوَوْا بِالْحَرَام}, وَلِحَدِيثِ أُسَامَةَ
بْنِ شَرِيكٍ رضي الله عنه قَالَ : { قَالَتْ الأَعْرَابُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَلا نَتَدَاوَى ؟ قَالَ : نَعَمْ عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا , فَإِنَّ اللَّهَ
لَمْ يَضَعْ دَاءً إلا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً إلا دَاءً وَاحِدًا . قَالُوا : يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ ؟ قَالَ : الْهَرَمُ } . وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه
قَالَ : { نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ الرُّقَى , فَجَاءَ آلُ
عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا
رُقْيَةٌ نَرْقِي بِهَا مِنْ الْعَقْرَبِ : فَإِنَّك نَهَيْت عَنْ الرُّقَى
فَعَرَضُوهَا عَلَيْهِ , فَقَالَ : مَا أَرَى بِهَا بَأْسًا , مَنْ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ } . وَقَالَ صلى الله عليه وسلم : {
لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ } وَلِمَا ثَبَتَ مِنْ فِعْلِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ تَدَاوَى , فَقَدْ رَوَى الإِمَامُ
أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ أَنَّ عُرْوَةَ كَانَ يَقُولُ لِعَائِشَةَ : يَا
أُمَّتَاهُ , لا أَعْجَبُ مِنْ فِقْهِك , أَقُولُ : زَوْجَةُ رَسُولِ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم وَابْنَةُ أَبِي بَكْرٍ , وَلا أَعْجَبُ مِنْ عِلْمِك بِالشِّعْرِ
وَأَيَّامِ  النَّاسِ , أَقُولُ : ابْنَةُ
أَبِي بَكْرٍ , وَكَانَ أَعْلَمَ النَّاسِ أَوْ مِنْ أَعْلَمْ النَّاسِ , وَلَكِنْ
أَعْجَبُ مِنْ عِلْمِك بِالطِّبِّ , كَيْفَ هُوَ ؟ وَمِنْ أَيْنَ هُوَ ؟ قَالَ :
فَضَرَبَتْ عَلَى مَنْكِبَيْهِ, وَقَالَتْ : " أَيْ عُرَيَّةُ ؟ إنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَسْقَمُ عِنْدَ آخِرِ عُمْرِهِ , وَكَانَتْ
تَقْدَمُ عَلَيْهِ وُفُودُ الْعَرَبِ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ , فَكَانَتْ تَنْعَتُ لَهُ
الْأَنْعَاتَ , وَكُنْتُ أُعَالِجُهَا لَهُ , فَمِنْ ثَمَّ عَلِمْت ". وَفِي
رِوَايَةٍ : { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَثُرَتْ أَسَقَامُهُ ,
فَكَانَ يَقْدَمُ عَلَيْهِ أَطِبَّاءُ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ , فَيَصِفُونَ لَهُ
فَنُعَالِجُهُ } . وَقَالَ الرَّبِيعُ : سَمِعْت الشَّافِعِيَّ يَقُولُ :
الْعِلْمُ عِلْمَانِ : عِلْمُ الأَدْيَانِ وَعِلْمُ الأَبْدَانِ .


6-    وَقَدْ ذَهَبَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ ( الْحَنَفِيَّةِ
وَالْمَالِكِيَّةِ ) إلَى أَنَّ التَّدَاوِيَ مُبَاحٌ , غَيْرَ أَنَّ عِبَارَةَ
الْمَالِكِيَّةِ : لا بَأْسَ بِالتَّدَاوِي . وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ ,
وَالْقَاضِي وَابْنُ عَقِيلٍ وَابْنُ الْجَوْزِيِّ مِنْ الْحَنَابِلَةِ إلَى
اسْتِحْبَابِهِ ; لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : { إنَّ اللَّهَ
أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ , وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا ,
وَلا تَتَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ } . وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الأَحَادِيثِ
الْوَارِدَةِ , وَاَلَّتِي فِيهَا الأَمْرُ بِالتَّدَاوِي . قَالُوا :
وَاحْتِجَامُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَتَدَاوِيهِ دَلِيلٌ عَلَى
مَشْرُوعِيَّةِ التَّدَاوِي . وَمَحَلُّ الاسْتِحْبَابِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ
عِنْدَ عَدَمِ الْقَطْعِ بِإِفَادَتِهِ . أَمَّا لَوْ قَطَعَ بِإِفَادَتِهِ
كَعَصْبِ مَحَلِّ الْفَصْدِ فَإِنَّهُ وَاجِبٌ . وَمَذْهَبُ جُمْهُورِ الْحَنَابِلَةِ
: أَنَّ تَرْكَهُ أَفْضَلُ , وَنَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ , قَالُوا : لأَنَّهُ
أَقْرَبُ إلَى التَّوَكُّلِ . قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ : فِي الأَحَادِيثِ
الصَّحِيحَةِ الأَمْرُ بِالتَّدَاوِي , وَأَنَّهُ لا يُنَافِي التَّوَكُّلَ ,
كَمَا لا يُنَافِيهِ دَفْعُ الْجُوعِ وَالْعَطَشِ وَالْحَرِّ وَالْبَرْدِ
بِأَضْدَادِهَا , بَلْ لا تَتِمُّ حَقِيقَةُ التَّوْحِيدِ إلا بِمُبَاشَرَةِ
الأَسْبَابِ الَّتِي نَصَبَهَا اللَّهُ مُقْتَضِيَاتٍ لِمُسَبَّبَاتِهَا قَدَرًا
وَشَرْعًا , وَأَنَّ تَعْطِيلَهَا يَقْدَحُ فِي نَفْسِ التَّوَكُّلِ , كَمَا
يَقْدَحُ فِي الأَمْرِ وَالْحِكْمَةِ, وَيُضْعِفُهُ مِنْ حَيْثُ يَظُنُّ
مُعَطِّلُهَا أَنَّ تَرْكَهَا أَقْوَى فِي التَّوَكُّلِ , فَإِنَّ تَرْكَهَا
عَجْزٌ يُنَافِي التَّوَكُّلَ الَّذِي حَقِيقَتُهُ اعْتِمَادُ الْقَلْبِ عَلَى
اللَّهِ فِي حُصُولِ مَا يَنْفَعُ 
الْعَبْدَ فِي دِينِهِ وَدُنْيَاهُ , وَدَفْعِ مَا يَضُرُّهُ فِي دِينِهِ
وَدُنْيَاهُ, وَلا بُدَّ مَعَ هَذَا الاعْتِمَادِ مِنْ مُبَاشَرَةِ الأَسْبَابِ ,
وَإِلا كَانَ مُعَطِّلا لِلْحِكْمَةِ وَالشَّرْعِ , فَلا يَجْعَلُ الْعَبْدُ
عَجْزَهُ تَوَكُّلا , وَلا تَوَكُّلُهُ عَجْزًا .

أَنْوَاعُ التَّدَاوِي :


7-         

التَّدَاوِي قَدْ يَكُونُ بِالْفِعْلِ
أَوْ بِالتَّرْكِ , فَالتَّدَاوِي بِالْفِعْلِ : يَكُونُ بِتَنَاوُلِ الأَغْذِيَةِ
الْمُلَائِمَةِ لِحَالِ الْمَرِيضِ, وَتَعَاطِي الأَدْوِيَةِ وَالْعَقَاقِيرِ ,
وَيَكُونُ بِالْفَصْدِ وَالْكَيِّ وَالْحِجَامَةِ وَغَيْرِهَا مِنْ
الْعَمَلِيَّاتِ الْجِرَاحِيَّةِ . فَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما
مَرْفُوعًا { الشِّفَاءُ فِي ثَلاثَةٍ : فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ , أَوْ شَرْبَةِ
عَسَلٍ , أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ , وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ } وَفِي
رِوَايَةٍ { وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِيَ } . 
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا    
{ خَيْرُ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ السَّعُوطُ , وَاللَّدُودُ, وَالْحِجَامَةُ,  وَالْمَشْيُ } وَإِنَّمَا كَرِهَ الرَّسُولُ
صلى الله عليه وسلم الْكَيَّ لِمَا فِيهِ مِنْ الأَلَمِ الشَّدِيدِ وَالْخَطَرِ
الْعَظِيمِ , وَلِهَذَا كَانَتْ الْعَرَبُ تَقُولُ فِي أَمْثَالِهَا " آخِرُ
الدَّوَاءِ الْكَيُّ " وَقَدْ { كَوَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
سَعْدَ بْنَ مُعَاذٍ وَغَيْرَهُ } , وَاكْتَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ
, فَدَلَّ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالنَّهْيِ لَيْسَ الْمَنْعُ , وَإِنَّمَا
الْمُرَادُ مِنْهُ التَّنْفِيرُ عَنْ الْكَيِّ إذَا قَامَ غَيْرُهُ مَقَامَهُ .
قَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِي الْفَتْحِ : وَلَمْ يُرِدْ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
الْحَصْرَ فِي الثَّلاثَةِ,  فَإِنَّ
الشِّفَاءَ قَدْ يَكُونُ فِي غَيْرِهَا , وَإِنَّمَا نَبَّهَ بِهَا عَلَى أُصُولِ
الْعِلاجِ .


وَأَمَّا التَّدَاوِي بِالتَّرْكِ : فَيَكُونُ بِالْحِمْيَةِ
, وَذَلِكَ بِالامْتِنَاعِ عَنْ كُلِّ مَا يُزِيدُ الْمَرَضَ أَوْ يَجْلِبُهُ إلَيْهِ,
سَوَاءٌ كَانَ بِالامْتِنَاعِ عَنْ أَطْعِمَةٍ وَأَشْرِبَةٍ مُعَيَّنَةٍ , أَوْ
الامْتِنَاعِ عَنْ الدَّوَاءِ نَفْسِهِ إذَا كَانَ يَزِيدُ مِنْ حِدَّةِ
الْمَرَضِ.{ لِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم لِعَلِيٍّ رضي الله عنه حِينَ أَرَادَ
أَنْ يَأْكُلَ مِنْ الدَّوَالِي إنَّك نَاقِهٌ}.


التَّدَاوِي بِالنَّجَسِ
وَالْمُحَرَّمِ :


8-    اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى عَدَمِ جَوَازِ التَّدَاوِي
بِالْمُحَرَّمِ وَالنَّجَسِ مِنْ حَيْثُ الْجُمْلَةُ , لِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم : { إنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ
عَلَيْكُمْ }  وَلِقَوْلِهِ صلى الله عليه
وسلم : { إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ , وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ
دَوَاءً , فَتَدَاوَوْا , وَلا تَتَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ } وَعَنْ عُمَرَ رضي الله
عنه أَنَّهُ كَتَبَ إلَى خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ " إنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّك
تُدَلِّكُ بِالْخَمْرِ , وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ظَاهِرَ الْخَمْرِ
وَبَاطِنَهَا , وَقَدْ حَرَّمَ مَسَّ الْخَمْرِ كَمَا حَرَّمَ شُرْبَهَا , فَلا
تُمِسُّوهَا أَجْسَادَكُمْ , فَإِنَّهَا نَجَسٌ " . وَقَدْ عَمَّمَ الْمَالِكِيَّةُ
هَذَا الْحُكْمَ فِي كُلِّ نَجَسٍ وَمُحَرَّمٍ , سَوَاءٌ أَكَانَ خَمْرًا , أَمْ
مَيْتَةً , أَمْ أَيَّ شَيْءٍ حَرَّمَهُ اللَّهُ تَعَالَى , وَسَوَاءٌ كَانَ
التَّدَاوِي بِهِ عَنْ طَرِيقِ الشُّرْبِ أَوْ طِلاءِ الْجَسَدِ بِهِ , وَسَوَاءٌ
كَانَ صِرْفًا أَوْ مَخْلُوطًا مَعَ دَوَاءٍ جَائِزٍ , وَاسْتَثْنَوْا مِنْ ذَلِكَ
حَالَةً وَاحِدَةً أَجَازُوا التَّدَاوِيَ بِهِمَا , وَهِيَ أَنْ يَكُونَ
التَّدَاوِي بِالطِّلاءِ , وَيُخَافُ بِتَرْكِهِ الْمَوْتُ , سَوَاءٌ كَانَ
الطِّلاءُ نَجَسًا أَوْ مُحَرَّمًا , صِرْفًا أَوْ مُخْتَلِطًا بِدَوَاءٍ جَائِزٍ
. وَأَضَافَ الْحَنَابِلَةُ إلَى الْمُحَرَّمِ وَالنَّجَسِ كُلَّ مُسْتَخْبَثٍ ,
كَبَوْلِ مَأْكُولِ اللَّحْمِ أَوْ غَيْرِهِ , إلا أَبْوَالَ الإِبِلِ فَيَجُوزُ
التَّدَاوِي بِهَا , وَذَكَرَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْحَنَابِلَةِ أَنَّ
الدَّوَاءَ الْمَسْمُومَ إنْ غَلَبَتْ مِنْهُ السَّلامَةُ , وَرُجِيَ نَفْعُهُ ,
أُبِيحَ شُرْبُهُ لِدَفْعِ مَا هُوَ أَعْظَمُ مِنْهُ , كَغَيْرِهِ مِنْ
الأَدْوِيَةِ , كَمَا أَنَّهُ يَجُوزُ عِنْدَهُمْ التَّدَاوِي بِالْمُحَرَّمِ
وَالنَّجَسِ , بِغَيْرِ أَكْلٍ وَشُرْبٍ . وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ أَيْضًا إلَى
حُرْمَةِ التَّدَاوِي بِصَوْتِ مَلْهَاةٍ , كَسَمَاعِ الْغِنَاءِ الْمُحَرَّمِ ;
لِعُمُومِ قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم : { وَلا تَتَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ } .
وَشَرَطَ الْحَنَفِيَّةُ لِجَوَازِ التَّدَاوِي بِالنَّجَسِ وَالْمُحَرَّمِ أَنْ
يَعْلَمَ أَنَّ فِيهِ شِفَاءً , وَلا يَجِدُ دَوَاءً غَيْرَهُ , قَالُوا : وَمَا
قِيلَ إنَّ الاسْتِشْفَاءَ بِالْحَرَامِ حَرَامٌ غَيْرُ مُجْرًى عَلَى إطْلاقِهِ ,
وَإِنَّ الاسْتِشـــــْفَاءَ بِالْحَرَامِ إنَّمَا لا يَجُوزُ إذَا لَمْ يُعْـــلَمْ
أَنَّ فِيهِ شِـــفَاءً , أَمَّا إذَا عَـــلِمَ , وَلَيْسَ لَهُ دَوَاءٌ غَيْرَهُ
, فَيَجُوزُ . وَمَعْنَى قَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه " لَمْ
يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حُرِّمَ عَلَيْكُمْ "  يُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ قَالَهُ فِي دَاءٍ
عُرِفَ لَهُ دَوَاءٌ غَيْرَ الْمُحَرَّمِ , لأَنَّهُ حِينَئِذٍ يَسْتَغْنِي
بِالْحَلالِ عَنْ الْحَرَامِ , وَيَجُوزُ أَنْ يُقَالَ تَنْكَشِفُ الْحُرْمَةُ
عِنْدَ الْحَاجَةِ , فَلا يَكُونُ الشِّفَاءُ بِالْحَرَامِ , وَإِنَّمَا يَكُونُ
بِالْحَلالِ . وَقَصَرَ الشَّافِعِيَّةُ الْحُكْمَ عَلَى النَّجَسِ وَالْمُحَرَّمِ
الصِّرْفِ , فَلا يَجُوزُ التَّدَاوِي بِهِمَا , أَمَّا إذَا كَانَا
مُسْتَهْلَكَيْنِ مَعَ دَوَاءٍ آخَرَ , فَيَجُوزُ التَّدَاوِي بِهِمَا
بِشَرْطَيْنِ : أَنْ يَكُونَ عَارِفًا بِالطِّبِّ , حَتَّى وَلَوْ كَانَ فَاسِقًا
فِي نَفْسِهِ , أَوْ إخْبَارِ طَبِيبٍ مُسْلِمٍ عَدْلٍ , وَأَنْ يَتَعَيَّنَ هَذَا
الدَّوَاءُ فَلا يُغْنِي عَنْهُ طَاهِرٌ . 
وَإِذَا كَانَ التَّدَاوِي بِالنَّجَسِ وَالْمُحَرَّمِ لِتَعْجِيلِ
الشِّفَاءِ بِهِ , فَقَدْ ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إلَى جَوَازِهِ بِالشُّرُوطِ
الْمَذْكُورَةِ عِنْدَهُمْ , وَلِلْحَنَفِيَّةِ فِيهِ قَوْلانِ .


التَّدَاوِي بِلُبْسِ الْحَرِيرِ
وَالذَّهَبِ :


9-    اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى جَوَازِ لُبْسِ الْحَرِيرِ لِلرِّجَالِ
لِحِكَّةٍ ; لِمَا رَوَى أَنَسٌ رضي الله عنه { أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم : رَخَّصَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَالزُّبَيْرِ فِي الْقَمِيصِ
الْحَرِيرِ فِي السَّفَرِ مِنْ حِكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا } . وَرَوَى أَنَسٌ
أَيْضًا : { أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَالزُّبَيْرَ شَكَيَا إلَى
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم الْقَمْلَ فَأَرْخَصَ لَهُمَا فِي الْحَرِيرِ ,
فَرَأَيْته عَلَيْهِمَا فِي غَزَاةٍ } وَجَازَ لِلْمَرِيضِ قِيَاسًا عَلَى
الْحِكَّةِ وَالْقَمْلِ . وَالْمَشْهُورُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ الْحُرْمَةُ
مُطْلَقًا . وَنَصَّ الْحَنَابِلَةُ عَلَى جَوَازِ لُبْسِهِ فِي الثَّلاثِ
الْمَذْكُورَةِ , وَلَوْ لَمْ يُؤَثِّرْ لُبْسُهُ فِي زَوَالِهَا , وَلَكِنْ لا
بُدَّ أَنْ يَكُونَ نَافِعًا فِي لُبْسِهِ . وَأَجَازَ الْحَنَفِيَّةُ عَصْبَ
الْجِرَاحَةِ بِالْحَرِيرِ مَعَ الْكَرَاهَةِ .


10-  كَمَا اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى جَوَازِ اتِّخَاذِ الأَنْفِ مِنْ
الذَّهَبِ , وَزَادَ الْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ
مِنْ الْحَنَفِيَّةِ : السِّنَّ , وَزَادَ الشَّافِعِيَّةُ : الأُنْمُلَةَ . كَمَا
نَصَّ الْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ : عَلَى جَوَازِ رَبْطِ السِّنِّ أَوْ
الأَسْنَانِ بِالذَّهَبِ . وَالأَصْلُ فِي ذَلِكَ أَنَّ {
عَرْفَجَةَ
بْنَ أَسْعَدَ رضي الله عنه قُطِعَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلابِ , فَاتَّخَذَ
أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ , فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ , فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه
وسلم فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ } . وَلِمَا رَوَى الأَثْرَمُ عَنْ مُوسَى
بْنِ طَلْحَةَ , وَأَبِي جَمْرَةَ الضُّبَعِيِّ , وَأَبِي رَافِعِ بْنِ ثَابِتٍ
الْبُنَانِيِّ وَإِسْمَاعِيلِ بْنِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ , وَالْمُغِيرَةِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ , أَنَّهُمْ شَدُّوا أَسْنَانَهُمْ بِالذَّهَبِ . وَالسِّنُّ
مَقِيسٌ عَلَى الأَنْفِ , وَزَادَ الشَّافِعِيَّةُ فِي الْقِيَاسِ الأُنْمُلَةَ
دُونَ الأُصْبُعِ وَالْيَدِ , قَالُوا : وَالْفَرْقُ بَيْنَ  الأُنْمُلَةِ وَالأُصْبُعِ أَوْ الْيَدِ
أَنَّهَا تَعْمَلُ بِخِلافِهِمَا , وَعِنْدَهُمْ وَجْهٌ أَنَّهُ يَجُوزُ ,
وَإِنَّمَا قَصَرَ الْحَنَفِيَّةُ الْجَوَازَ عَلَى الأَنْفِ فَقَطْ لِضَرُورَةِ
نَتْنِ الْفِضَّةِ ; لأَنَّ الْمُحَرَّمَ لا يُبَاحُ إلا لِضَرُورَةٍ . قَالُوا :
وَقَدْ انْدَفَعَتْ فِي السِّنِّ بِالْفِضَّةِ , فَلا حَاجَةَ إلَى الأَعْلَى ,
وَهُوَ الذَّهَبُ .

تَدَاوِي الْمُحْرِمِ :


11-  الأَصْلُ أَنَّ الْمُحْرِمَ مَمْنُوعٌ مِنْ الطِّيبِ , { لِقَوْلِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي الْمُحْرِمِ الَّذِي وَقَصَتْهُ رَاحِلَتُهُ
فَمَاتَ : لا تُمِسُّوهُ طِيبًا } وَفِي رِوَايَةٍ { لا تُحَنِّطُوهُ } فَلَمَّا
مُنِعَ الْمَيِّتُ مِنْ الطِّيبِ لإِحْرَامِهِ
فَالْحَيُّ أَوْلَى , وَمَتَى تَطَيَّبَ الْمُحْرِمُ فَعَلَيْهِ الْفِدْيَةُ ;
لأَنَّهُ اسْتَعْمَلَ مَا حُظِرَ عَلَيْهِ بِالإِحْرَامِ , فَوَجَبَتْ عَلَيْهِ
الْفِدْيَةُ كَاللِّبَاسِ . وَلَمْ يَسْتَثْنِ الْفُقَهَاءُ مِنْ هَذَا الأَصْلِ
مَا لَوْ تَدَاوَى الْمُحْرِمُ بِالطِّيبِ , أَوْ بِمَا لَهُ رَائِحَةٌ طَيِّبَةٌ
, وَأَوْجَبُوا عَلَيْهِ الْفِدْيَةَ , غَيْرَ أَنَّ الْحَنَفِيَّةَ خَصُّوا
الْحُكْمَ بِالطِّيبِ بِنَفْسِهِ كَالْمِسْكِ وَالْعَنْبَرِ وَالْكَافُورِ
وَنَحْوِهَا , وَأَمَّا الزَّيْتُ
وَالْخَلُّ مِمَّا فِيهِمَا رَائِحَةٌ طَيِّبَةٌ بِسَبَبِ مَا يُلْقَى فِيهِمَا
مِنْ الأَنْوَارِ كَالْوَرْدِ وَالْبَنَفْسَجِ فَلا يَجِبُ عَلَيْهِ شَيْءٌ إنْ
تَدَاوَى بِهَا . قَالَ ابْنُ الْهُمَامِ : وَإِنْ دَاوَى قُرْحَةً بِدَوَاءٍ
فِيهِ طِيبٌ , ثُمَّ خَرَجَتْ قُرْحَةٌ
أُخْرَى فَدَاوَاهَا مَعَ الأُولَى , فَلَيْسَ عَلَيْهِ إلا كَفَّارَةٌ وَاحِدَةٌ
مَا لَمْ تَبْرَأْ الأُولَى , وَلا فَرْقَ بَيْنَ قَصْدِهِ وَعَدَمِهِ . وَعَنْ
أَبِي يُوسُفَ رحمه الله أَنَّهُ إذَا خَضَّبَ ( أَيْ الْمُحْرِمُ ) رَأْسَهُ
بِالْوَسْمَةِ لأَجْلِ الْمُعَالَجَةِ مِنْ الصُّدَاعِ , فَعَلَيْهِ الْجَزَاءُ
بِاعْتِبَارِ أَنَّهُ يُغَلِّفُ رَأْسَهُ , قَالَ ابْنُ الْهُمَامِ : هَذَا
صَحِيحٌ أَيْ فَيَنْبَغِي أَنْ لا يَكُونَ فِيهِ خِلافٌ ; لأَنَّ التَّغْطِيَةَ
مُوجِبَةٌ بِالاتِّفَاقِ , غَيْرَ أَنَّهَا لِلْعِلاجِ , فَلِهَذَا ذَكَرَ
الْجَزَاءَ وَلَمْ يَذْكُرْ الدَّمَ . وَعَنْ أَبِي حَنِيفَةَ : فِيهِ صَدَقَةٌ ;
لأَنَّهُ يُلَيِّنُ الشَّعْرَ وَيَقْتُلُ الْهَوَامَّ , فَإِنْ اسْتَعْمَلَ
زَيْتًا مُطَيَّبًا كَالْبَنَفْسَجِ وَالزَّنْبَقِ وَمَا أَشْبَهَهُمَا كَدُهْنِ
الْبَانِ وَالْوَرْدِ , فَيَجِبُ بِاسْتِعْمَالِهِ الدَّمُ بِالاتِّفَاقِ ;
لأَنَّهُ طِيبٌ , وَهَذَا إذَا اسْتَعْمَلَهُ عَلَى وَجْهِ التَّطَيُّبِ , وَلَوْ
دَاوَى بِهِ جُرْحَهُ أَوْ شُقُوقَ رِجْلَيْهِ فَلا كَفَّارَةَ عَلَيْهِ ;
لأَنَّهُ لَيْسَ بِطِيبٍ فِي نَفْسِهِ , إنَّمَا هُوَ أَصْلُ الطِّيبِ , أَوْ
طِيبٌ مِنْ وَجْهٍ , فَيُشْتَرَطُ اسْتِعْمَالُهُ عَلَى وَجْهِ التَّطَيُّبِ ,
بِخِلافِ مَا إذَا تَدَاوَى بِالْمِسْكِ وَمَا أَشْبَهَهُ ; لأَنَّهُ طِيبٌ
بِنَفْسِهِ , فَيَجِبُ الدَّمُ بِاسْتِعْمَالِهِ
وَإِنْ كَانَ عَلَى وَجْهِ التَّدَاوِي . وَفِي حَاشِيَةِ الدُّسُوقِيِّ : أَنَّ
الْجَسَدَ وَبَاطِنَ  الْكَفِّ وَالرِّجْلَ
يَحْرُمُ دَهْنُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهَا كُلا أَوْ بَعْضًا , إنْ كَانَ لِغَيْرِ
عِلَّةٍ , وَإِلا فَلا حُرْمَةَ . وَأَمَّا الْفِدْيَةُ فَإِنْ كَانَ الدُّهْنُ
مُطَيَّبًا افْتَدَى مُطْلَقًا كَانَ الإِدْهَانُ لِعِلَّةٍ أَوْ لا . وَإِنْ
كَانَ غَيْرَ مُطَيَّبٍ , فَإِنْ كَانَ لِغَيْرِ عِلَّةٍ افْتَدَى أَيْضًا ,
وَإِنْ كَانَ لِعِلَّةٍ فَقَوْلانِ . وَفِي الْكُحْلِ إذَا كَانَ فِيهِ طِيبٌ
حَرُمَ اسْتِعْمَالُهُ عَلَى الْمُحْرِمِ رَجُلا كَانَ أَوْ امْرَأَةً إذَا كَانَ
اسْتِعْمَالُهُ لِغَيْرِ ضَرُورَةٍ كَالزِّينَةِ , وَلا حُرْمَةَ إذَا
اسْتَعْمَلَهُ لِضَرُورَةِ حَرٍّ وَنَحْوِهِ , وَالْفِدْيَةُ لازِمَةٌ
لِمُسْتَعْمِلِهِ مُطْلَقًا اسْتَعْمَلَهُ لِضَرُورَةٍ أَوْ لِغَيْرِهَا . وَإِنْ
كَانَ الْكُحْلُ لا طِيبَ فِيهِ فَلا فِدْيَةَ مَعَ الضَّرُورَةِ , وَافْتَدَى فِي
غَيْرِهَا . وَفِي الإِقْنَاعِ لِلشِّرْبِينِيِّ الشَّافِعِيِّ : أَنَّ
اسْتِعْمَالَ الطِّيبِ حَرَامٌ عَلَى الْمُحْرِمِ سَوَاءٌ أَكَانَ ذَكَرًا أَمْ غَيْرَهُ
, وَلَوْ أَخْشَمَ بِمَا يَقْصِدُ مِنْهُ رَائِحَتَهُ غَالِبًا وَلَوْ مَعَ
غَيْرِهِ كَالْمِسْكِ وَالْعُودِ وَالْكَافُورِ وَالْوَرْسِ وَالزَّعْفَرَانِ ,
وَإِنْ كَانَ يُطْلَبُ لِلصَّبْغِ وَالتَّدَاوِي أَيْضًا , سَوَاءٌ أَكَانَ ذَلِكَ
فِي مَلْبُوسِهِ كَثَوْبِهِ أَمْ فِي بَدَنِهِ ; لِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم :
{ وَلا تَلْبَسُوا مِنْ الثِّيَابِ مَا مَسَّهُ وَرْسٌ أَوْ زَعْفَرَانٌ } سَوَاءٌ
كَانَ ذَلِكَ بِأَكْلٍ أَمْ اسْتِعَاطٍ أَمْ احْتِقَانٍ , فَيَجِبُ مَعَ
التَّحْرِيمِ فِي ذَلِكَ الْفِدْيَةُ . وَلَوْ اسْتَهْلَكَ الطِّيبَ فِي
الْمُخَالِطِ لَهُ بِأَنْ لَمْ يَبْقَ رِيحٌ وَلا طَعْمٌ وَلا لَوْنٌ , كَأَنْ
اُسْتُعْمِلَ فِي دَوَاءٍ , جَازَ اسْتِعْمَالُهُ وَأَكْلُهُ وَلا فِدْيَةَ.  وَمَا يُقْصَدُ بِهِ الأَكْلُ أَوْ التَّدَاوِي
لا يَحْرُمُ وَلا فِدْيَةَ فِيهِ وَإِنْ كَانَ لَهُ رِيحٌ طَيِّبَةٌ ,
كَالتُّفَّاحِ وَالسُّنْبُلِ وَسَائِرِ الأَبَازِيرِ الطَّيِّبَةِ كَالْمُصْطَكَى
, لأَنَّ مَا يُقْصَدُ مِنْهُ الأَكْلُ أَوْ التَّدَاوِي لا فِدْيَةَ فِيهِ .
وَفِي الْمُغْنِي لابْنِ قُدَامَةَ حُرْمَةُ التَّدَاوِي بِمَا لَهُ رِيحٌ
طَيِّبَةٌ لِلْمُحْرِمِ . أَمَّا مَا لا طِيبَ فِيهِ كَالزَّيْتِ وَالشَّيْرَجِ
وَالسَّمْنِ وَالشَّحْمِ وَدُهْنِ الْبَانِ فَنَقَلَ الأَثْرَمُ عَنْ أَحْمَدَ
أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ الْمُحْرِمِ يَدْهُنُ بِالزَّيْتِ وَالشَّيْرَجِ فَقَالَ :
نَعَمْ يَدْهُنُ بِهِ إذَا احْتَاجَ إلَيْهِ , وَيَتَدَاوَى الْمُحْرِمُ بِمَا
يَأْكُلُ . وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ صَدَعَ وَهُوَ
مُحْرِمٌ فَقَالُوا : أَلا نَدْهُنُك بِالسَّمْنِ ؟ فَقَالَ : لا . قَالُوا :
أَلَيْسَ تَأْكُلُهُ ؟ قَالَ : لَيْسَ أَكْلُهُ كَالإِدْهَانِ بِهِ . وَعَنْ
مُجَاهِدٍ قَالَ : إنْ تَدَاوَى بِهِ فَعَلَيْهِ الْكَفَّارَةُ .

أَثَرُ التَّدَاوِي فِي الضَّمَانِ :


12-  ذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ إلَى أَنَّ الْمَجْنِيَّ عَلَيْهِ إذَا لَمْ
يُدَاوِ جُرْحَهُ وَمَاتَ كَانَ عَلَى الْجَانِي الضَّمَانُ ; لأَنَّ التَّدَاوِيَ
لَيْسَ بِوَاجِبٍ وَلا مُسْتَحَبٍّ , فَتَرْكُهُ لَيْسَ بِقَاتِلٍ .  وَفَرَّقَ الشَّافِعِيَّةُ بَيْنَ عِلاجِ
الْجُرْحِ الْمُهْلِكِ وَغَيْرِهِ , فَإِنْ تَرَكَ الْمَجْنِيُّ عَلَيْهِ عِلاجَ
الْجُرْحِ الْمُهْلِكِ وَمَاتَ , فَعَلَى الْجَانِي الضَّمَانُ ; لأَنَّ الْبُرْءَ
لا يَوْثُقُ بِهِ وَإِنْ عَالَجَ , وَأَمَّا إذَا كَانَ الْجُرْحُ غَيْرَ مُهْلِكٍ
فَلا ضَمَانَ عَلَى الْجَانِي .


التَّدَاوِي بِالرُّقَى وَالتَّمَائِمِ
:


13-     أَجْمَعَ
الْفُقَهَاءُ عَلَى جَوَازِ التَّدَاوِي بِالرُّقَى عِنْدَ اجْتِمَاعِ ثَلاثَةِ
شُرُوطٍ : أَنْ يَكُونَ بِكَلامِ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ
, وَبِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ أَوْ بِمَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ مِنْ غَيْرِهِ ,
وَأَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ الرُّقْيَةَ لا تُؤَثِّرُ بِذَاتِهَا بَلْ بِإِذْنِ
اللَّهِ تَعَالَى . فَعَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ : { كُنَّا
نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ ؟ فَقَالَ : اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ , لا
بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ} 
وَمَا لا يُعْقَلُ مَعْنَاهُ لا يُؤْمَنُ أَنْ يُؤَدِّيَ إلَى الشِّرْكِ
فَيُمْنَعُ احْتِيَاطًا . وَقَالَ قَوْمٌ : لا تَجُوزُ الرُّقْيَةُ إلا مِنْ
الْعَيْنِ وَاللَّدْغَةِ لِحَدِيثِ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رضي الله عنه { لا
رُقْيَةَ إلا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَّةٍ } وَأُجِيبَ بِأَنَّ مَعْنَى الْحَصْرِ
فِيهِ أَنَّهُمَا أَصْلُ كُلِّ مَا يَحْتَاجُ إلَى الرُّقْيَةِ , وَقِيلَ :
الْمُرَادُ بِالْحَصْرِ مَعْنَى الأَفْضَلِ , أَوْ لا رُقْيَةَ أَنْفَعَ , كَمَا
قِيلَ لا سَيْفَ إلا ذُو الْفَقَارِ . وَقَالَ قَوْمٌ : الْمَنْهِيُّ عَنْهُ مِنْ
الرُّقَى مَا يَكُونُ قَبْلَ وُقُوعِ الْبَلاءِ , وَالْمَأْذُونُ فِيهِ مَا كَانَ
بَعْدَ وُقُوعِهِ , ذَكَرَهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ وَالْبَيْهَقِيُّ
وَغَيْرُهُمَا ; لِحَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه مَرْفُوعًا { إنَّ
الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَلَةَ شِرْكٌ } وَأُجِيبَ بِأَنَّهُ إنَّمَا
كَانَ ذَلِكَ مِنْ الشِّرْكِ لأَنَّهُمْ أَرَادُوا دَفْعَ الْمَضَارِّ وَجَلْبَ
الْمَنَافِعِ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ , وَلا يَدْخُلُ فِي ذَلِكَ مَا كَانَ
بِأَسْمَاءِ اللَّهِ وَكَلامِهِ , وَقَدْ ثَبَتَ فِي الأَحَادِيثِ اسْتِعْمَالُ
ذَلِكَ قَبْلَ وُقُوعِهِ كَحَدِيثِ عَائِشَةَ رضي الله عنها { أَنَّ النَّبِيَّ
صلى الله عليه وسلم كَانَ إذَا أَوَى إلَى فِرَاشِهِ نَفَثَ فِي كَفَّيْهِ بِ قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ } .
وَحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما { أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
كَانَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ  التَّامَّةِ , مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ
} . قَالَ الرَّبِيعُ : سَأَلْت الشَّافِعِيَّ عَنْ الرُّقْيَةِ فَقَالَ : لا
بَأْسَ أَنْ يَرْقِيَ بِكِتَابِ اللَّهِ وَمَا يَعْرِفُ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ .
قُلْت : أَيَرْقِي أَهْلُ الْكِتَابِ الْمُسْلِمِينَ ؟ قَالَ : نِعْمَ إذَا رَقُوا
بِمَا يُعْرَفُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَبِذِكْرِ اللَّهِ , وَقَالَ ابْنُ التِّينِ
: الرُّقْيَةُ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَغَيْرِهَا مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ هُوَ
الطِّبُّ الرُّوحَانِيُّ , إذَا كَانَ عَلَى لِسَانِ الأَبْرَارِ مِنْ الْخَلْقِ
حَصَلَ الشِّفَاءُ بِإِذْنِ اللَّهِ تَعَالَى , فَلَمَّا عَزَّ هَذَا النَّوْعُ
فَزِعَ النَّاسُ إلَى الطِّبِّ الْجُسْمَانِيِّ

Oleh Muhammad Zakaria di Fiqh Kontemporer

3-hukum musik



Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz II halaman 287 ada keterangan :العارض الخامس في الآلة بأن تكون من شعار أهل الشرب أو المخنثين وهي المزامر والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواع ممنوعة وما عدا ذلك يبقى على أصل الإباحة

Pertanyaan :a. Bagaimana sebenarnya illat yang mengharamkan alat malahi ?b. Kalau memang yang diantaranya adalah merupakan syi’ar atau tasyabuh atau mukhonnits terus bagaimana padangan musyawirin pada masa sekarang ini mengingat alat malahi sudah banyak dipakai baik dalam acara yang bernuansa hiburan ataupun acara yang bernuansa Islamy dalam artian apakah masih dinamakan tasyabbuh ?c. Apakah denga status tasyabbuh tersebut kemudian hukum yang ditimbulkan pada suatu ketika dapat hilang (khususnya terkait alat malahi) ?d. Bagaimana hukumnya mendengarkan lagu yang diiringi dengan alat malahi baik secara langsung atau dengan lewat kaset ?

Jawaban a :Karena ada ketentuan syara’, diantaranya melalaikan ingat pada Alloh, sholat, jauh dari taqwa, condong terhadap hawa nafsu dan terhanyut dalam kemaksiatan.

Reference :1. Ihya’ Ulumuddin : III/2692. Ittihaf As Saadah Al Muttaqin : VI/5013. Is’ad Al Rofiq : 1034. Ihya’ Ulumuddin : III/270

وعباراتها :1. كما في إحياء علوم الدين الجزء الثالث صحيفة 269 ما نصه :ولا يستثنى من هذه إلا الملاهي والأوتار والمزامير التي ورد الشرع بالمنع منها لا لذاتها. إهـ.وقد ذكر المصنف أن القياس الحل لولا ورود الأخبار وكونها صارت شعار أهل الشرب. إهـ.

2. كما في إتحاف السادة المتقين الجزء السادس صحيفة 501 ما نصه :ومنها ألة اللهو المحرمة كاالطبنور والرباب والمزمار وجميع المزامير والشباة من جملتها، وإنما حرمت هذه الأشياء لما فيها من الصد عن ذكر الله وعن الصلاة ومفارقة التقوى والميل إلى الهوى والانغماس في المعاصي. إهـ.

3. كما في إسعاد الرفيق صحيفة 103 ما نصه :ومنها الاستماع إلى التزمير بنحو المزمار بكسر الميم وإلى الضرب بنحو الطبنور بضم الطاء كصنج بفتح أوله وهو صفر يجعل عليه أوتار يضرب بها أو قطعتان من صفر تضرب إحداهما بالأخر وكذا في شيء من سائر باقي الأصوات المحرمة المضطربة غيرها من الأوتار لأن اللذة الحاصلة منها تدعو إلى فساد كشرب خمر ولأنها شعار أهل الفسق كما مر. إهـ.

4. كما في إحياء علوم الدين الجزء الثالث صحيفة 270 ما نصه :وكان تحريمها من قبل الاتباع كما حرمت الخلوة بالأجنبية لأنها مقدمة الجماع وحرم النظر إلى الفخذ لاتصاله بالسوأتين وحرم قليل الخمر وإن كان لا يسكر لأنه يدعو إلى السكر وما من حرام إلا وله حريم يطيف به وحكم الحرمة ينسحب على حريمه ليكون حمى للحرام ووقاية له وحظارا مانعا حوله كما قال صلى الله عليه وسلم إن لكل ملك حمى وإن حمى الله محارمه حديث إن لكل ملك حمى وإن حمى الله محارمه تقدم في كتاب الحلال والحرام فهي محرمة تبعا لتحريم الخمر لثلاث علل إحداها أنها تدعو إلى شرب الخمر فإن اللذة الحاصلة بها إنما تتم بالخمر ولمثل هذه العلة حرم قليل الخمر الثانية أنها في حق قريب العهد بشرب الخمر تذكر مجالس الأنس بالشرب فهي سبب الذكر والذكر سبب انبعاث الشوق وانبعاث الشوق إذا قوى فهو سبب الإقدام ولهذه العلة نهى عن الانتباذ في المزفت والحنتم والنقير حديث النهي عن الحنتم والمزفت والنقير متفق عليه من حديث ابن عباس وهي الأواني التي كانت مخصوصة بها فمعنى هذا أن مشاهدة صورتها تذكرها وهذه العلة تفارق الأولى إذ ليس فيها اعتبار لذة في الذكر إذ لا لذة في رؤية القنينة وأواني الشرب لكن من حيث التذكر بها فإن كان السماع يذكر الشرب تذكيرا يشوق إلى الخمر عند من ألف ذلك مع الشرب فهو منهى عن السماع لخصوص هذه العلة فيه الثالثة الاجتماع عليها لما أن صار من عادة أهل الفسق فيمنع من التشبه بهم لأن من تشبه بقوم فهو منهم وبهذه العلة نقول بترك السنة مهما صارت شعارا لأهل البدعة خوفا من التشبه بهم وبهذه العلة يحرم ضرب الكوبة وهو طبل مستطيل دقيق الوسط واسع الطرفين وضربها عادة المخنثين ولولا ما فيه من التشبه لكان مثل طبل الحجيج والغزو وبهذه العلة نقول لو اجتمع جماعة وزينوا مجلسا وأحضروا آلات الشرب وأقداحه وصبوا فيها السكنجبين ونصبوا ساقيا يدور عليهم ويسقيهم فيأخذون من الساقي ويشربون ويحيى بعضهم بعضا بكلماتهم المعتادة بينهم حرم ذلك عليهم وإن كان المشروب مباحا في نفسه لأن في هذا تشبها بأهل الفساد بل لهذا ينهى عن لبس القباء وعن ترك الشعر على الرأس قزعا في بلاد صار القباء فيها من لباس أهل الفساد ولا ينهى عن ذلك فيما وراء النهر لاعتياد أهل الصلاح ذلك فيهم فبهذه المعاني حرم المزمار العراقي والأوتار كلها كالعود والصنج والرباب والبربط وغيرها وما عدا ذلك فليس في معناها كشاهين الرعاة والحجيج وشاهين الطبالين وكالطبل والقضيب وكل آلة يستخرج منها صوت مستطاب موزون سوى ما يعتاده أهل الشرب لأن كل ذلك لا يتعلق بالخمر ولا يذكر بها ولا يشوق إليها ولا يوجب التشبه بأربابها. إهـ.

Jawaban b :Kalau yang sudah dinash keharamannya, maka hukumnya tetap haram walaupun tujuannya baik. Dan apabila alat itu diterangkan dalam hadits, digunakan untuk maksiat, maka hukumnya haram.

Reference : 1. Ittihaf As Saadah Al Muttaqin : VI/4732. Ihya’ Ulumuddin : II/270

وعباراتها :1. كما في إتحاف السادة المتقين الجزء السادس صحيفة 473 ما نصه :العلة الثالثة الاجتماع عليها لما أن صار من عادة أهل الفسق فيمنع التشبه بهم لأن من تشبه بقوم فهو منهم رواه أحمد وأبو داود والطبراني في الكبير من حديث أبي منيب الجرشي عن ابن عمر به مرفوعا بسند فيه ضعف ويروى عن الحسن قال قلما تشبه رجل بقوم إلا كان منهم وهذه العلة نقول بترك السنة مهما صارت شعار الأهل البدعة خوفا من التشبه بهم وقد نقل الرافعي عن بعض أئمة الشافعية أنه كان يقول الأولى ترك رفع اليدين في الصلاة في ديارنا يعني ديار العجم قال لأنه صار شعار أهل الرافضة وله أمثلة كثيرة لكن قد يقال ليس كل شيء يفعله الفساق يحرم فعله على غيرهم ولو كان هذا معتبرا لكان الضرب بالدفوف والشبابة حراما ولكان يحرم اتخاذ الظروف المستعملة غالبا في الخمر كالقناني المزورقة فإنها الأن كذلك حتى لو امتنع أو عدم الخمر لنقص ثمنها ولكان أيضا يحرم بقاء شجر العنب فإنها أصل لذلك. إهـ.

1. كما في إحياء علوم الدين الجزء الثالث صحيفة 270 ما نصه :العارض الثاني في الآلة بأن تكون من شعار أهل الشرف أو المخنثين وهي المزامير والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواع ممنوعة وما عدا ذلك يبقى على أصل الإباحة كالدف وإن كان فيه الجلاجل وكالطبل والشاهين والضرب بالقضيب وسائر الآلات. إهـ.

Jawaban c :Gugur.

Jawaban d :Haram apabila secara langsung dan boleh apabila melalui kaset selama tidak ridlo bil ma’ashi.

Reference :1. Ahkam Al Fuqoha’ : 1172. Atihaf Al Khilaf Li Sayyid Abdurrohman : 483. Al Jamal Ala Syarhil Manhaj : V/3604. Kaffur Rifa’i : 281

وعباراتها :1. كما في أحكام الفقهاء صحيفة 117 ما نصه :الشيخ بحيت المعطي مفتي الديار المصرية سابقا المنشور في مجلة الهداية الإسلامية بتاريخ جماد الأولى سنة 1352 هجرية (1932/8 ميلادية) ونص جواب الشيخ طه جيب بمصر في مجلة الأزهر : أن الذي يسمع الكلام بواسطة الراديو هو كلام المتكلم وصوت القارئ وليس صدى كلمات كالذي يسمع في الجبال والصحاوى وغيرها وعلى هذا يكون المسموع من الراديو قرءاننا حقيقة --- إلى أن قال --- ومثل القراءة غيها في المسموع هو نفس المتكلم وإن كان مغنيا فحكمه حكم الغناء وإن تكلم بما هو مباح فحكمه الإباحة وإن تكلم بمحرم كان ذلك حراما. إهـ.

2. كما في أتحة الخلاف للسيد عبد الرحمن صحيفة 48 ما نصه :وقدسئلت عن اجتماع ما يحكيه من صوت الطراب فقلت لا بأس به لأنه يشبه الطرب وليس بطرب والمثال لا يساوي أصله كما جزم به ابن حجر من عدم امتناع النظر لمثال المرأة. إهـ.

2. كما في الجمل على شرح المنهج الجزء الخامس صحيفة 360 ما نصه :(كغناء بلا ألة واستماعه) فإنهما مكروهان لما فيه من اللهو وأما مع الألة فمحرمان ( قوله أما مع الآلة فمحرمان )، وهذا ما مشى عليه الشارح والذي مشى عليه م ر في شرحه أن الغناء مكروه على ما هو عليه والآلة محرمة وعبارته ومتى اقترن بالغناء آلة محرمة فالقياس كما قاله الزركشي تحريم الآلة فقط وبقاء الغناء على الكراهة انتهت.

3. كما في كف الرفاعي صحيفة 281 ما نصه :والمقصود هنا أن الغناء إذا أبيح أو كره إن انضم إليه محرم يصير بانضمام المحرم إليه محرما. إهـ.

memeriahkan perayaan maulud



Sudah tidak asing lagi setiap satu tahun sekali, di seluruh penjuru dunia diadakan peringatan Maulid Nabi, di mana dalam peringatan tersebut antara satu dengan yang lain tidak sama seperti halnya mengadakan karnaval.
Petanyaan :
  1. Bolehkah peringatan Maulid Nabi diadakan dengan cara karnafal seperti peringatan 17 Agustus (peringatan kemerdekaan) ?
  2. Apakah ada ketentuan syara’ tentang kayfiyyah yang baik di dalam penghormatan (peringatan Maulid Nabi) ?
PP. HAJI YA’QUB LIRBOYO KEDIRI
Jawaban :
  1. Disunnahkan selama tidak ditemukan kemungkaran di dalamnya.
  2. Ada, yakni memperingatinya dengan amal-amal kebaikan dan menghindari segala bentuk kemunkaran.
Referensi :
  1. 1.         إعانة الطالبين الجزء الثالث ص : 363-365 دار الفكر
فائدة في فتاوى الحافظ السيوطي في باب الوليمة سئل عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول ما حكمه من حيث الشرع وهل هو محمود أو مذموم وهل يثاب فاعله أو لا قال والجواب عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون زيادة على ذلك من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف اهـ وقد بسط الكلام على ذلك شيخ الإسلام ببلد الله الحرام مولانا وأستاذنا العارف بربه المنان سيدنا أحمد بن زيني دحلان في سيرته النبوية ولا بأس بإيراده هنا فأقول قال رضي الله عنه ومتعنا والمسلمين بحياته .
فائدة جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم وقد فعل ذلك كثير من علماء الأمة الذين يقتدى بهم قال فلهذا في السيرة فقد حكى بعضهم أن الإمام السبكي اجتمع عنده كثير من علماء آلاف فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه وسلم قليل الخط بالذهب على ينوي من خط أحسن من كتب وأن تنهض الأشراف ثم سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الإمام من بالمجلس فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك مستحسن قال الإمام أبو شامة شيخ النووي ومن أحسن ما ابتدع في بكذا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن ذلك مع ما فيه من الإحسان للفقراء مشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي أرسله رحمة للعالمينإلى أن قال-واستنبط الحافظ ابن حجر تخريج عمل المولد على أصل ثابت في السنة وهو ما في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى ونحن نصومه شكرا فقال نحن أولى بموسى منكم –إلى أن قال- قال الحسن البصري قدس الله سره وددت لو كان لي مثل جبل أحد ذهبا لأنفقته على قراءة مولد الرسول قال الجنيدي البغدادي رحمه الله من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالإيمان قال معروف الكرخي قدس الله سره من هيأ لأجل قراءة مولد الرسول طعاما وجمع إخوانا وأوقد سراجا ولبس جديدا وتعطر وتجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الأولى من النبيين وكان في أعلى عليين ومن قرأ مولد الرسول صلى الله عليه وسلم على دراهم مسكوكة فضة كانت أو ذهبا وخلط تلك الدراهم مع دراهم أخر وقعت فيها البركة ولا يفتقر صاحبها ولا تفرغ يده ببركة مولد الرسول صلى الله عليه وسلم وقال الإمام اليافعي اليمنى من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءة مولد الرسول بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين ويكون في جنات النعيم إهـ
  1. 2.         حول الإحتفال ص : 21 دار الفكر
الحادي والعشرون كل ما ذكرناه سابقا من الوجوه في مشروعية المولد إنما هو في المولد الذي هو أخلا من المنكرات المذمومة التي يجب الإنكار عليه عليها أما إذا اشتمل المولد على شىء مما يجب الإنكار عليه كاختلاط الرجال بالنساء وارتكاب المحرمات وكثرة الإسراف مما لا يرضى به صاحب المولد الشريف فهذا لا شك في تحريمه ومنعه لما اشتمل عليه من المحرمات لكن تحريمه حينئذ يكون عارضيا لا ذاتيا كما لا يخفى على من تأمل ذلك
  1. 3.         الفتاوى الكبرى الجزء الأول ص : 121-122
وسئل رضي الله عنه أنه قد كثر في هذه الأزمنة خروج النساء إلى الأسواق والمساجد لسماع الوعظ وللطواف ونحوه في مسجد مكة على هيئات غريبة تجلب إلى الافتتان بهن قطعا وذلك أنهن يتزين في خروجهن لشيء من ذلك بأقصى ما يمكنهن من أنواع الزينة والحلي والحلل كالخلاخيل والأسورة والذهب التي ترى في أيديهن ومزيد البخور والطيب ومع ذلك يكشفن كثيرا من بدنهن كوجوههن وأيديهن وغير ذلك ويتبخترن في مشيتهن بما لا يخفى على من ينظر إليهن قصدا أو لا عن قصد فهل يجب على الإمام منعهن وكذا على غيره من ذوي الولايات والقدرة حتى من المساجد وحتى من مسجد مكة وإن لم يمكنهن الإتيان بالطواف خارجه بخلاف الصلاة أو يفرق بينهما بذلك وما الذي يتلخص في ذلك من مذاهب العلماء الموافقين والمخالفين أوضحوا الجواب عن ذلك فإن المفسدة بهن قد عمت وطرق الخير على المتعبدين والمتدينين قد انسدت أثابكم الله على ذلك جزيل المنة ورقاكم إلى أعلى غرف الجنة آمين فأجاب بأن الكلام على ذلك يستدعي طولا وبسطا لا يليق لا بتصنيف مستقل في المسألة وحاصل مذهبنا أن إمام الحرمين نقل الإجماع على جواز خروج المرأة سافرة الوجه وعلى الرجال غض البصر واعترض بنقل القاضي عياض إجماع العلماء على منعها من ذلك وأجاب المحققون عن ذلك بأنه لا تعارض بين الإجماعين لأن الأول في جواز ذلك لها بالنسبة إلى ذاتها مع قطع النظر عن الغير والثاني بالنسبة إلى أنه يجوز للإمام ونحوه أو يجب عليه منع النساء من ذلك خشية افتتان الناس بهن وبذلك تعلم أنه يجب على من ذكر منع النساء من الخروج مطلقا إذا فعلن شيئا مما ذكر في السؤال مما يجر إلى الافتتان بهن انجرارا قويا على أن ما ذكره الإمام يتعين حمله على ما إذا لم تقصد كشفه ليرى أو لم تعلم أن أحدا يراه أما إذا كشفته ليرى فيحرم عليها ذلك لأنها قصدت التسبب في وقوع المعصية وكذا لو علمت أن أحدا يراه ممن لا يحل له فيجب عليها ستره وإلا كانت معينة له على المعصية بدوام كشفه الذي هي قادرة عليه من غير كلفة وقد صرح جمع بأنه يحرم على  المسلمة أن تكشف للذمية ما لا يحل لها نظره منها هذا مع أنها امرأة مثلها فكيف بالأجنبي وتخيل فرق بينهما باطل وبأنه يجب عليهن الستر عن المراهق مع جواز نظره فكيف بالبالغ الذي يحرم نظره فنتج من ذلك ومن غيره المعلوم لمن تدبر كلامهم أن الصواب حمل كلام الإمام على ما قدمته فإن قلت كيف يجب منعهن إذا فعلن ما يخشى منه الفتنة حتى من مسجد مكة إذا قصدت الطواف الذي لا يتأتى لهن في بيوتهن وقد يكون فرضا عليهن قلت لأن درء المفاسد مقدم على جلب المصالح ولأنهن يتمكن من المجيء إليه في ثياب رثة بحيث لا يخشى منهن افتتان ولأن المرأة إذا وجب عليها الطواف فإما أن تكون عجوزا أو شابة فإن كانت عجوزا مكنت من الإتيان لفعله إذا كانت في ثياب رثة وكذا من فعل غيره من العبادات في المساجد لأنه لا خشية فتنة حينئذ وإن كانت شابة فإما أن تكون عزبة أو متزوجة فإن كانت عزبة فلا ضرورة عليها في تأخيره إلى وقت خلو المطاف وقت القيلولة فتفعله وإن كانت متزوجة وأمرها الزوج به وخشيت الفتنة بخروجها ولو في ثياب رثة لم يجب عليها الخروج وحدها بل تقول له إما أن تخرج معي إلى أن أؤديه هو والسعي وإما أن لا تأمرني به فحينئذ استوى الطواف وغيره وقد ذكروا لخروجها للجماعة وغيرها شروطا تأتي في خروجها للأسواق وغيرها بالأولى فلا بأس بذكر ذلك ونقله مبسوطا ليعلم منه ما أشار السائل إليه ثم نذكر شيئا من كلام الأئمة من غير مذهبنا ليعلم موافقتهم لنا أو عدمها فنقول قال النووي رحمه الله ورضي عنه في شرح مسلم في باب خروج النساء إلى المساجد (1) إذا لم يترتب عليه فتنة (2) وأنها لا تخرج متطيبة وانظر إلى قوله إذا لم يترتب عليه فتنة ما أحسنه فيما قدمته من وجوب المنع حيث ترتبت الفتنة على خروجهن فإن قوله صلى الله عليه وسلم "لا تمنعوا إماء الله مساجد الله" هذا وشبهه من أحاديث الباب ظاهر في أنها لا تمنع من المسجد لكن بشروط ذكرها العلماء مأخوذة من الأحاديث وهي أن لا تكون متطيبة ولا متزينة ذات خلاخل يسمع صوتها ولا ثيابا فاخرة ولا مختلطة بالرجال ولا شابة ونحوها ممن يفتتن بها وأن لا يكون بالطريق ما يخاف به مفسدة ونحوها وهذا النهي عن منعهن من الخروج محمول على كراهة التنزيه إذا كانت المرأة ذات زوج أو سيد ووجدت الشروط المذكورة فإن لم يكن لها زوج ولا سيد حرم المنع إذا وجدت الشروط ا هـ فافهم قوله لكن بشروط إلخ إن هذه شروط لعدم المنع وأنه حيث فقد واحد منها منعت لكن كلامه يقتضي جواز المنع أو وجوبه والأولى أن يقال ساكت عن التعرض لأحد القسمين وقد صرح غيره بالوجوب كما يأتي عن الغزالي وغيره ويدل عليه قوله السابق إذا لم يترتب عليه فتنة فإنه شرط للخروج أي لجوازه كما هو ظاهر وحيث حرم الخروج وجب المنع وليكن على ذكر منك جعله من الشروط أن لا يكون في الطريق ما يخاف به مفسدة وأن لا تختلط بالرجال ويؤيد المنع أيضا قول عائشة رضي الله عنها لو رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم ما أحدث النساء بعده لمنعهن المساجد كما منعت نساء بني إسرائيل لكن كلامها محتمل أيضا لوجوب المنع ولجوازه واحتماله لوجوبه أقرب ويدل عليها الملازمة المذكورة المستنبطة من القواعد الدينية المقتضية لحسم مواد الفساد ويؤيد ما استنبطته قول مالك رضي الله عنه يحدث للناس فتاوى بقدر ما أحدثوا من الفجور وإنما نسب لمالك لأنه أول من قاله وإلا فغيره من الأئمة بعده يقولون بذلك كما لا يخفى من مذاهبهم ومن تخيل أن هذا من التمسك بالمصالح المرسلة التي يقول بها مالك وهي مباينة للشريعة فقد وهم وإنما مراده ما أرادته عائشة رضي الله عنها من أن من أحدث أمرا يقتضي أصول الشريعة فيه غير ما اقتضته قبل حدوث ذلك الأمر يجدد له حكم بحسب ما أحدثه لا بحسب ما كان قبل إحداثه قال بعض المحققين وقولها ذلك بمنزلة الخبر لا من قول الصحابي المختلف في كونه حجة لأنها اطلعت منه صلى الله عليه وسلم أنه إذا اطلع على ما أحدثت النساء لمنعهن ويؤيد ذلك حديث ابن ماجه عنها "بينما رسول الله صلى الله عليه وسلم جالس في المسجد إذ دخلت امرأة مزينة ترفل في زينة لها في المسجد فقال صلى الله عليه وسلم يا أيها الناس انهوا نساءكم عن لبس الزينة والتبختر في المسجد فإن بني إسرائيل لم يلعنوا حتى لبس نساؤهم الزينة وتبختروا في المساجد" قال بعض المتأخرين وفيه دليل لتحريم الفعل لترتب اللعن عليه وإذا كانت المرأة لا تخرج إلا كذلك منعت ا هـ واعتذر في الإحياء عن قول بعض أولاد عبد الله بن عمر لما ذكر حديث لا تمنعوا إماء الله بلى والله لنمنعهن فضرب صدره وغضب قال الغزالي وإنما استجرأ على المخالفة لعلمه بتغير الزمان وإنما غضب عليه لإطلاق اللفظ بالمخالفة ظاهرا من غير عذر ا هـ فتأمله تجده صريحا في اعتماد ما مر عن عائشة رضي الله عنها ولا ينافي ذلك كله قول شيخ الإسلام في فتح الباري في تمسك بعضهم في منع النساء مطلقا بقول عائشة رضي الله عنها وفيه نظر إذ لا يترتب عليه تغير الحكم لأنها علقته على شرط لم يوجد بناء على ظن ظنته فقالت لو رأى لمنع فيقال عليه لم ير ولم يمنع فاستمر الحكم حتى أن عائشة لم تصرح بالمنع وإن كان كلامها يشعر بأنها كانت ترى المنع وأيضا فقد علم سبحانه ما سيحدثن فما أوحى إلى نبيه صلى الله عليه وسلم بمنعهن ولو كان ما أحدثن يستلزم منعهن من المساجد لكان منعهن من غيرها أولى وأيضا فالإحداث إنما وقع من بعض النساء لا من جميعهن فإن تعين المنع فليكن لمن أحدثت والأولى أن ينظر إلى ما يخشى منه الفتنة فليجتنب لإشارته صلى الله عليه وسلم إلى ذلك بمنع الطيب والزينة وكذا التقيد بالليل كما سبق ا هـ فتأمله تجده إنما ساقه هذا كله ردا على من فهم من كلام عائشة منع النساء مطلقا وحينئذ فما ذكره من الرد عليه ظاهر لأنه وإن فرض دلالة كلامها على ذلك فصريح الأحاديث الصحيحة يخالف ذلك فتعين الرد على من فهم من كلامها منع النساء من المساجد مطلقا إذ لا معنى لمنع عجوز هرمة في ثياب بذلة ومعنى قوله علقته على شرط لم يوجد إلخ أي إن فهمت أيها القائل بالمنع مطلقا ذلك من قولها فالشرط لم يوجد لأن النساء كلهن لم يحدثن بدليل قوله فالإحداث إنما وقع من بعض النساء ولم يرد رد ما أفهمه كلامها من منع من أحدث لأنه صرح باعتماده في آخر كلامه كما علمت ومعنى قوله كلامها يشعر بالمنع أي مطلقا من حيث عود الضمير على النساء الذي هو محلى باللام المفيدة للعموم ولكن ذلك ليس مرادا لها ومعنى قوله لكان منعهن من غيرها أولى أي عندك أيها القائل بالمنع مطلقا من المساجد دون غيرها أي وهذا تحكم لأن غير المساجد من الأسواق ونحوها أولى بالمنع مطلقا لما هو جلي فكيف لا يقول بالمنع فيه مطلقا ويقول بذلك في المسجد وإنما بينت مراده رحمه الله لأن بعضهم فهم من كلامه غير المراد فاعترض عليه بما لا يجدي ومما يؤيد ما قدمته من وجوب المنع بشرطه السابق واعتماد كلام عائشة رضي الله عنها قول الغزالي في الإحياء في الباب الثالث من المنكرات المألوفة ويجب أن يضرب بين الرجال والنساء حائل يمنع من النظر فإن ذلك أيضا مظنة الفساد ويجب منع النساء من حضور المساجد للصلاة ولمجالس العلم والذكر إذا خيفت الفتنة بهن فقد منعتهن عائشة رضي الله عنها فقيل لها إن رسول الله صلى الله عليه وسلم ما منعهن من الجماعات فقالت لو علم رسول الله صلى الله عليه وسلم ما أحدثن بعده لمنعهن ا هـ ويوافقه قول ابن خزيمة من أكابر أصحابنا صلاة المرأة في بيتها أفضل من صلاتها في مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم وإن كانت تعدل ألف صلاة إنما أراد به صلاة الرجال دون النساء فإذا كانت أفضل فالذي يخرجها من بيتها إما الرياء أو السمعة وهو حرام وإما لغرض آخر من أغراض النفس من تفرج وغيره وهو مخرج للعمل عن الإخلاص ولا يجوز لأحد أن يفتي أو يأذن في ترك الإخلاص ا هـ وفي بعض ما ذكره نظر لا يخفى على من له دراية بالمذهب وفي منسك ابن جماعة الكبير ومن أكبر المنكرات ما يفعله جهلة العوام في الطواف من مزاحمة الرجال  بأزواجهم سافرات عن وجوههن وربما كان ذلك في الليل وبأيديهم الشموع متقدة ومن المنكرات أيضا ما يفعله نساء مكة وغيرهن عند إرادة الطواف وعند دخول المسجد من التزين واستعمال ما تقوى رائحته من الطيب بحيث يشم على بعد فتشوش بذلك على الناس ويجتلبن بسببه استدعاء النظر إليهن وغير ذلك من المفاسد نسأل الله أن يلهم ولي الأمر إزالة المنكرات آمين ا هـ فتأمله تجده صريحا في وجوب المنع حتى من الطواف عند ارتكابهن دواعي الفتنة فيتأيد به ما قدمته وحديث "كل عين زانية" "والمرأة إذا استعطرت فمرت بالمجلس فهي كذا وكذا" معنى زانية رواه الترمذي وصححه وروى ابن حبان حديث " أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا ريحها فهي زانية وكل عين زانية" قال بعض المتأخرين ومن البدع ما يقع في شهر رمضان وهو نوم النساء في الجامع ودخولهن مع الرجال المرافق فذلك حرام لا يرضى به لنساء المسلمين إلا قليل النخوة فكيف يجوز أن يرضى به أحد لامرأته وكيف لا يجب منعها وكيف يقال بوجوب المنع ويجوز لها الخروج هذا لا يكون في الشرع قال ومن المحرمات مزاحمتهن الرجال في المسجد والطريق عند خوف الفتنة قال صلى الله عليه وسلم "لأن يزحم رجلا خنزير متلطخ بطين خير له من أن يزحم منكبيه امرأة لا تحل له" رواه الطبراني ثم نقل عن الطرطوشي من المالكية وأبي شامة منا أنهما أنكرا ذلك وبالغا فيه وأنه من الفسوق وأن من تسبب فيه يفسق ثم قال فإن قلت أتقول بمنع خروج النساء إلى المساجد والمواعيد وزيارة القبور غير قبر النبي صلى الله عليه وسلم قلت : كيف لا أقول به وقد صار متفقا عليه لعدم شرط جواز الخروج في زمنه صلى الله عليه وسلم وهو التقى والعفاف . وقد ذكر ذلك من المتقدمين الشيخان الإمامان الزاهدان الورعان الشيخ تقي الدين الحصني وشيخنا علاء الدين محمد بن محمد بن محمد النجاري تغمدهما الله برحمته وفيما ذكراه كفاية لمن ترك هواه وقد ظن بعض الناس أن القول بالتحريم وادعاء الاتفاق على المنع مخالف للمذهب وليس كذلك وعلى ما أذكر كلاما مجموعا من كتب المذهب وغيره يوضح مرادهما ويبين أنه لا خلاف فيما قالاه وأن من يخالفهما فلعدم اطلاعه على ما علماه ولا يلزم من عدم الاطلاع للبعض العدم للكل . فما ذكراه أن المفتى به في هذا الزمان منع خروجهن ولا يتوقف في ذلك إلا غبي تابع لهواه ; لأن الأحكام تتغير بتغير أهل الزمان وهذا صحيح على مذاهب العلماء من السلف والخلف فمن ذلك ما قاله في شرح مسلم نقلا عن القاضي عياض قال اختلف السلف في خروجهن للعيدين فرأى جماعة أن ذلك حق عليهن منهم أبو بكر وعمر وابنه وغيرهم رضي الله عنهم ومنهم من منعهن من ذلك منهم عروة والقاسم ويحيى الأنصاري ومالك وأبو يوسف , وأبو حنيفة أجازه مرة ومنعه أخرى , وفي شرح العمدة لابن الملقن : ومنع بعضهم في الشابة دون غيرها وهو مذهب مالك وأبي يوسف قال الطحاوي كان الأمر بخروجهن في ابتداء الإسلام ليكثر المسلمون في عين العدو ا هـ . وفي شرح ابن دقيق العيد وقد كان ذلك الوقت أهل الإسلام في حيز القلة فاحتيج إلى المبالغة في إخراج العواتق وذوات الخدور وفي مصنف ابن العطار وينبغي للمرأة أن لا تخرج من بيتها بل تلزم قعره فإنها كلها عورة والعورة يجب سترها وأما الخروج إلى المساجد في الغلس عند أمن الضرر والفتنة فقد كان مأذونا فيه زمن النبي صلى الله عليه وسلم وزمان بعض أصحابه . ثم منع منه لما أحدث النساء من الافتتان بهن والتبهرج والتطيب وفتنتهن بالرجال ثم ذكر حديث عائشة في منعهن ثم قال وينبغي للمرأة إذا خرجت من بيتها أن لا تتزين ولا تتطيب ولا تمشي وسط الطريق وأن لا يكون خروجها لحاجة شرعية إلا بإذن زوجها وينبغي للرجل أن لا يعين زوجته ولا امرأة ممن يحكم عليها بشيء من أسباب الإعانة على الخروج من بيتها وقد ثبت في الصحيح الإذن لهن يوم العيد والخروج إلى المصلى متلفعات بمروطهن حتى الحيض  ليشهدن الخير ودعوة المسلمين ويعتزلن المسلمين وقد منع هذا في غير هذه الأزمان لما في حضورهن من المفاسد المحرمة
  1. 4.         الفتاوى الحديثية ص 109-110
(وسئل) نفع الله به عن حكم الموالد والأذكار التى يفعلها كثير من الناس في هذا الزمان هل هي سنة أم فضيلة أم بدعة فإن قلتم أنها فضيلة فهل ورد في فضلها أثر عن السلف أو شيء من الأخبار وهل الإجتماع للبدعة المباح جائز أم لا وهل إذا كان يحصل بسببها أو سبب صلاة التراويح اختلاط واجتماع بين النساء والرجال ويحصل مع ذلك مؤانسة ومحادثة ومعاطاة غير مرضية شرعا وقاعدة الشرع مهما رجحت المفسدة حرمت المصلحة وصلاة التراويح سنة ويحصل بسببها هذه الأسباب المذكورة فهل يمنع الناس من فعلها أم لا يضر ذلك (فأجاب) بقوله الموالد والأذكار التى تفعل عندنا أكثرها مشتمل على خير كصدقة وذكر وصلاة وسلام على رسول الله e ومدحه وعلى شر بل شرور لو لم يكن منها إلا رؤية للرجال الأجانب وبعضها ليس فيها شر لكنه قليل نادر ولا شك أن القسم الأول ممنوع للقاعدة المشهورة المقررة أن درء المفاسد مقدم على جلب المصالح فمن علم وقوع شيء من الشر فيما يفعله من ذلك فهو عاص آثم وبفرض أنه عمل في ذلك خيرا فربما لا يساوى شره ألا ترى أن الشارع e اكتفى من الخير بما تيسر وفطم عن جميع أنواع الشر حيث قال إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه مااستطعتم وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه فتأمله تعلم ما قررته من أن الشر وإن قل لا يرخص في شيء منه والخير يكنفى منه بما تيسر-إلى أن قال-وحيث حصل في ذلك الإجتماع لذكر أو صلاة التراويح أو نحوها محرم وجب على كل ذي قدرة النهي عن ذلك وعلى غيره الإمتناع من حضور ذلك وإلا صار شريكا لهم ومن ثم صرح الشيخان بأن من المعاصى الجلوس مع الفساق اهـ
  1. 5.         الحاوي للفتاوي الجزء الأول ص : 228-229
وحاصل ما ذكره أنه لم يذم المولد بل ذم ما يحتوي عليه من المحرمات والمنكرات وأول كلامه صريح في أنه ينبغي أن يخص هذا الشهر بزيادة فعل البر وكثرة الخيرات والصدقات وغير ذلك من وجوه القربات وهذا هو عمل المولد الذي استحسناه فإنه ليس فيه شيئ سوى قراءة القرآن وإطعام الطعام وذلك خير وبر وقربة وأما قوله آخرا إنه بدعة فإما أن يكون مناقضا لما تقدم أو يحمل على أنه بدعة حسنة كما تقدم تقريره في صدر الكتاب أو يحمل على أن فعل ذلك خير والبدعة منه نية المولد كما أشار إليه بقوله فهو بدعة بنفس نيته فقط ولم يكره عمل الطعام ودعاء الإخوان إليه وهذا إذا حقق النظر لا يجتمع مع أول كلامه حث فيه على زيادة فعل البر وما ذكرك معه على وجه الشكر لله تعالى إذ أوجد في هذا الشهر الشريف سيد المرسلين صلى الله عليه وسلم وهذا هو معنى نية المولد فكيف يذم هذا القدر مع الحث عليه ِأولا وأما مجرد فعل البر وما ذكر معه من غير نية ِأصلا فِإنه لا يكاد يتصور ولو تصور لم يكن عبادة و لا ثواب فيه إذ لا عمل إلا بنية ولا نية هنا إلا الشكر لله تعالى ولادة هذا النبي الكريم في هذا الشهر الشريف وهذا معنى نية المولد فهي نية مستحسنة بلا شك فتِأمل
  1. 6.         النصيحة ص: 136
ويكره ما لم يكن فيه اختلاط الرجال بالنساء بأن تتضام أجسامهم فإنه حرام وفسق .
  1. 7.         حاشية الجمل الجزء الخامس ص : 381
(قوله كغناء) هو بالضبط المذكور رفع الصوت وأما بالقصر مع كسر العين فهو مقابلة الفقر وبفتح الغين والمد هو النفع اهـ ق ل على المحلي وأما العناء بفتح المهملة والمد فهو التعب والمشقة كما في المصباح اهـ (قوله فإنهما مكروهان) أي ولو من أجنبية أو أمرد إلا إن خاف فتنة أو نظرا محرما وإلا حرم وليس من الغناء ما اعتيد عند محاولة عمل وحمل ثقيل كحدو الأعراب لإبلهم وغناء النساء لتسكيت صغارهم فلا شك في جوازه قال الغزالي الغناء إن قصد به ترويح القلب ليقوي على الطاعة فهو طاعة أو على المعصية فهو معصية أو لم يقصد به شيء فهو لهو معفو عنه اهـ ح ل (قوله أما مع الآلة فمحرمان) وهذا ما مشى عليه الشارح والذي مشى عليه م ر في شرحه أن الغناء مكروه على ما هو عليه والآلة محرمة وعبارته ومتى اقترن بالغناء آلة محرمة فالقياس كما قاله الزركشي تحريم الآلة فقط وبقاء الغناء على الكراهة
Oleh Mbah Ceméng di diskusi agama Pati mania ·

Selametan, di tempat2 yang dianggap "Keramat"




Di berbagai daerah masih banyak terdapat tradisi ritual pada hari-hari tertentu, seperti ketika musim tanam atau musim panen, bersih desa, larung sesaji, nyadran dan lain-lain. Biasanya orang-orang membawa "persembahan" ke tempat-tempat yang dikeramatkan. Dipimpin oleh tetua adat mereka melaksanakan ritual tertentu yang terkadang berupa bacaan kalimat-kalimat thoyyibah, dan adapula yang ditambah dengan mantra-mantra dan do'a-do'a permohonan keselamatan pada "penguasa" wilayah itu. Oleh pemerintah daerah setempat ritual seperti itu sering dikemas dalam nuansa pariwisata untuk mendongkrak perekonomian warga sekaligus menambah pendapatan asli daerah.

Pertanyaan :

Apa hukum mengadakan acara nyadran (ritual adat) pada hari-hari tertentu ?

J a w a b :
Mengingat acara tsb tidak terlepas dari penyembelihan dan pembuangan kepala semisal kerbau maka
1.Boleh, bila penyembelihan bertujuan untuk taqorrub kepada Allah dalam rangka menolak kejahatan jin dengan tetap berkeyakinan bahwa muatsir ( yang berpengaruh penting) adalah Allah,

2. Namun bila dalam pelaksanaanya terdapat hal-hal yang di larang syara' seperti menyia-nyiakan harta, campurnya laki-laki dan perempuan dll maka haram.


إعانة الطالبين - (ج 2 / ص 397)
(فائدة) من ذبح تقريا لله تعالى لدفع شر الجن عنه لم يحرم، أو بقصدهم حرم.
وقوله: لدفع شر الجن عنه علة الذبح، أي الذبح تقربا لاجل أن الله سبحانه وتعالى يكفي الذابح شر الجن عنه. وقوله: لم يحرم أي ذبحه، وصارت ذبيحته مذكاة، لان ذبحه لله لا لغيره، (قوله: أو بقصدهم: حرم) أي أو ذبح بقصد الجن لا تقربا إلى الله، حرم ذبحه، وصارت ذبيحته ميتة. بل إن قصد التقرب والعبادة للجن كفر كما مر فيما يذبح عند لقاء السلطان أو زيارة نحو ولي.
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ص 297)
(مسألة: ج): التوسل بالأنبياء والأولياء في حياتهم وبعد وفاتهم مباح شرعاً، كما وردت به السنة الصحيحة، كحديث آدم عليه السلام حين عصى، وحديث من اشتكى عينيه، وأحاديث الشفاعة، والذي تلقيناه عن مشايخنا وهم عن مشايخهم وهلم جرا، أن ذلك جائز ثابت في أقطار البلاد وكفى بهم أسوة، وهم الناقلون لنا الشريعة، وما عرفنا إلا بتعليمهم لنا، فلو قدّرنا أن المتقدمين كفروا كما يزعمه هؤلاء الأغبياء لبطلت الشريعة المحمدية، وقول الشخص المؤمن يا فلان عند وقوعه في شدة داخل في التوسل بالمدعوّ إلى الله تعالى وصرف النداء إليه مجاز لا حقيقة، والمعنى يا فلان أتوسل بك إلى ربي أن يقيل عثرتي أو يردّ غائبي مثلاً، فالمسؤول في الحقيقة هو الله تعالى، وإنما أطلق الاستعانة بالنبي أو الولي مجازاً، والعلاقة بينهما أن قصد الشخص التوسل بنحو النبي صار كالسبب، وإطلاقه على المسبب جائز شرعاً وعرفاً وارد في القرآن والسنة، كما هو مقرّر في علم المعاني والبيان، نعم ينبغي تنبيه العوام على ألفاظ تصدر منهم تدل على القدح في توحيدهم، فيجب إرشادهم وإعلامهم بأن لا نافع ولا ضارّ إلا الله تعالى، لا يملك غيره لنفسه ضرّاً ولا نفعاً إلا بإرادة الله تعالى، قال تعالى لنبيه عليه الصلاة والسلام: {قل إني لا أملك لكم ضرّاً ولا رشداً} اهـ. قلت: وقال بعض المحققين: ولا يظهر لي أن حكمة توسل عمر بالعباس رضي الله عنهما دون النبي هي مشروعية جواز التوسل بغيره عليه

السلام، وذلك لأن التوسل به أمر معلوم محقق عندهم، فلو توسل بالنبي عليه السلام لأخذ منه عدم جواز التوسل بغيره لله تعالى. وعبارة ك: وأما التوسل بالأنبياء والصالحين فهو أمر محبوب ثابت في الأحاديث الصحيحة وقد أطبقوا على طلبه، بل ثبت التوسل بالأعمال الصالحة وهي أعراض فبالذوات أولى، أما جعل الوسائط بين العبد وبين ربه، فإن كان يدعوهم كما يدعو الله تعالى في الأمور ويعتقد تأثيرهم في شيء من دون الله فهو كفر، وإن كان مراده التوسل بهم إلى الله تعالى في قضاء مهماته مع اعتقاده أن الله هو النافع الضارّ المؤثر في الأمور فالظاهر عدم كفره وإن كان فعله قبيحاً
حاشية الجمل ج : 5 ص : 236
(فرع) لا تحل ذبيحة المسلم لغير الله كمحمد ... اوللجن بل ان ذبح لذلك تعظيما اوعبادة كفر نعم ان ذبح للرسل ... لكونهم رسل الله اوللجن بقصد التقرب الى الله ليكفيه من شرهم لم يحرم لانتفاء القصد لغير الله تعالى في الجميع.اهـ
سراج العارفين ص : 57
اما وضع الطعام والازهار في الطروق اوالمزارع اوالبيوت لروح الميت وغيره في الايام المعتادة كيوم العيد ويوم الجمعة وغيرهما فكل ذلك من الامور المحرمة ومن عادة الجاهلية ومن عمل اهل الشرك
حاشية الجمل - (ج 2 / ص 200)
( وكره ) أن يجعل له ( فرش ومخدة ) بكسر الميم ( وصندوق لم يحتج إليه ) ؛ لأن في ذلك إضاعة مال أما إذا احتيج إلى صندوق لنداوة ونحوها كرخاوة في الأرض فلا يكره ولا تنفذ وصيته به إلا حينئذ . ( قوله ؛ لأن في ذلك إضاعة مال ) أي لغرض شرعي ، وهو تعظيم الميت فلا تنافي بين العلة والمعلول ؛ لأن الإضاعة إنما تكون محرمة إذا لم تكن لغرض شرعي ا هـ .


المجموع شرح المهذب - (ج 8 / ص 118)
(فرع) من البدع القبيحة ما اعتاده بعض العوام في هذه الازمان من ايقاد الشمع بجبل عرفة ليلة التاسع أو غيرها ويستصحبون الشمع من بلدانهم لذلك ويعتنون به وهذه ضلالة فاحشة جمعوا فيها أنواعا من القبائح (منها) اضاعة المال في غير وجهه (ومنها) إظهار شعار المجوس في الاعتناء بالنار (ومنها) اختلاط النساء بالرجال والشموع بينهم ووجوههم بارزة (ومنها) تقديم دخول عرفات على وقتها المشروع ويجب على ولى الامر وفقه الله وكل ومكلف تمكن من أزالة هذه البدع انكارها والله المستعان
حواشي الشرواني - (ج 1 / ص 123)
فرع: وقع السؤال عن دق الذهب والفضة وأكلهما منفردين أو مع انضمامهما لغيرهما من الادوية هل يجوز ذلك كغيره من سائر الادوية أم لا يجوز لما فيه من إضاعة المال والجواب أن الظاهر أن يقال فيه إن الجواز لا شك فيه حيث ترتب عليه نفع وكذا إن لم يحصل منه ذلك لتصريحهم في الاطعمة بأن الحجارة ونحوها لا يحرم منها إلا ما ضر بالبدن أو العقل وأما تعليل الحرمة بإضاعة المال فممنوع لان الاضاعة إنما تحرم حيث لم تكن لغرض وما هنا لقصد التداوي وصرحوا بجواز التداوي باللؤلؤ في الاكتحال وغيره وربما زادت قيمته على الذهب ع ش
---------------------------------------------------------------------------


Bolehkah mencampur bacaan kalimat-kalimat thoyyibah dengan do'a-do'a"persembahan" pada "penguasa" atau penunggu tempat-tempat keramat ?
Jawab: Tidak Boleh bila kalimat-kalimat dalam do'a persembahan tersebut mengandung hal-hal yang diharamkan atau menyebabkan kekufuran atau tidak diketahui ma'nanya sama sekali
الفواكه الدواني الجزء الثاني ص: 370 دار الفكر
(و) لا بأس ب (الرقى) جمع رقية (بكتاب الله) ولو آية منه قال تعالى "وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين" ويرقى بالفاتحة وآخر ما يرقى به منها وإياك نستعين ومما يرقى به كثيرا آيات الشفاء الست وقد قال بعض الشيوخ ممن عرف بالبركة من كتب الله لطيف بعباده ست عشرة مرة في إناء نظيف وقرأ عليها آيات الشفاء ومحاه بماء النيل وسقاه لمن به مرض مثقل فإن قدر له الحياة شفاه الله بأسرع وقت وإن قدر له الموت سكن ألمه وهو عليه الموت وقد جرب مرات كثيرة فصح وآيات الشفاء ست الأولى "ويشف صدور قوم مؤمنين" الثانية "وشفاء لما في الصدور" الثالثة "يخرج من بطونها شراب مختلف ألوانه فيه شفاء للناس" الرابعة "وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين" الخامسة "وإذا مرضت فهو يشفين" السادسة "قل هو للذين آمنوا هدى وشفاء" (و) لا بأس أيضا الرقية (بالكلام الطيب) من غير القرآن حيث كان عربيا ومفهوم المعنى كالمشتمل على ذكر الله ورسوله أو بعض الصالحين ولعل هذا هو المراد بالطب لا الحلال لعدم مناسبة المقام وأما ما لا يفهم معناه فلا تجوز الرقية به لأن الإمام لما سئل عن الأسماء العجمية قال وما يدريك أنها كفر ؟ ومقتضى ذلك أن ما جهل معناه لا يجوز الرقية به ولو جرب وصح وكان الإمام ابن عرفة يقول إن تكرر النفع به تجوز الرقية به ولا شك أن تحقق النفع به لا يكون كفرا ومن ذلك ما يعمل لحل المربوط ولتسكين عقل المصروع وإخراج الجان أو إزالة النزيف ولو حديدا كخاتم سليمان يكتب عليه بعض أسماء وتحمل كراهة مالك على ما لم يتحقق النفع به ويجوز أخذ العوض على الرقية كما في قضية الرهط المشهورة في باب الجعل حين لدغ كبيرهم ورقاه بعض أصحاب الرسول - رضي الله عنهم -
حاشية الجمل - (ج 5 / ص 380)

وأما العناء بفتح المهملة والمد فهو التعب والمشقة كما في المصباح ا هـ ( قوله : فإنهما مكروهان ) أي ، ولو من أجنبية أو أمرد إلا إن خاف فتنة أو نظرا محرما وإلا حرم ، وليس من الغناء ما اعتيد عند محاولة عمل وحمل ثقيل كحدو الأعراب لإبلهم وغناء النساء لتسكيت صغارهم فلا شك في جوازه قال الغزالي الغناء إن قصد به ترويح القلب ليقوي على الطاعة فهو طاعة أو على المعصية فهو معصية أو لم يقصد به شيء فهو لهو معفو عنه ا هـ ح ل ( قوله أما مع الآلة فمحرمان ) ، وهذا ما مشى عليه الشارح والذي مشى عليه م ر في شرحه أن الغناء مكروه على ما هو عليه والآلة محرمة وعبارته ومتى اقترن بالغناء آلة محرمة فالقياس كما قاله الزركشي تحريم الآلة فقط وبقاء الغناء على الكراهة انتهت
الفتاوي الحديثية ص : 35

(وسئل) رضي الله عنه عن كتابة الأسماء التي لايعرف معناها والتوسل بها هل ذلك مكروه او حرام وهل هو مكروه في الكتابة والتوسل بتلك الأسماء التي لايعرف معناها او حرام في التوسل دون الكتابة فقد نقل عن الغزالي أنه لا يحل لشخص أن يقدم على امر حتى يعلم حكم الله فيه وهل فرق في ذلك بين ما يؤخذ في كتب الصالحين كعبد الله بن اسعد اليافعي وغيره ام لا (فأجاب) بقول الذي افتى به العز بن عبد السلام كما ذكرته في شرح العباب أن كتب الحروف المجهولة للأمراض لا يجوز الإسترقاء بها ولا الرقي بها لأنه صلى الله عليه وسلم لما سئل عن الرقي قال اعرضوا على رقاكم فعرضوها فقال لا بأس وانما لم يأمر بذلك لأن من الرقي ما يكون كفرا واذا حرم كتبها حرم التوسل بها نعم ان وجدناها في كتاب من يوثق به علما ودينا فإن أمر بكتابتها او قرائتها احتمل القول بالجواز حينئذ لأن امره بذلك الظاهر أنه لم يصدر منه الا بعد إحاطته واطلاعه على معناها وأنه لا محذور في ذلك وان ذكرها على سبيل الحكاية عن الغير الذي ليس هو كذلك او ذكرها ولم يأمر بقرائتها ولاتعرض لمعناها فالذي يتجه بقاء التحريم بحاله ومجرد ذكر امام لها لا يقتضي أنه عرف معناها
--------------------------------------------------------------------------------------

Bolehkah nguri-uri (melestarikan) ritual nyadran dengan dalih untuk menggerakkan sector perekonomian ?
Jawab: Tidak boleh
حاشية الجمل - (ج 5 / ص 380)
( قَوْلُهُ: وَهُوَ الزَّمَّارَةُ) أي من خشب أو من بوص أو برسيم ومثلها القربة ا هـ ح ل ( قوله التي يقال لها الشبابة ) ويقال لها المأصول لكن في كلام حج أن المأصول حرام حتى عند الرافعي ؛ لأنه يضرب به مع الأوتار وكلما حرم حرم التفرج عليه ؛ لأنه إعانة على معصية وهل من الحرام لعب البهلوان واللعب بالحيات الراجح الحل حيث غلبت السلامة ويجوز التفرج على ذلك
المجموع ج : 9 ص : 331
فرع قال الغزالي الأسواق التي بناها السلاطين بالأموال الحرام تحرم التجارة فيها وسكناها، فإن سكنها بأجرة وكسب شيئاً بطريق شرعي كان عاصياً بسكناه، ولا يحرم كسبه، وللناس أن يشتروا منه، ولكن إن وجدوا سوقاً أخرى فالشراء منها أولى لأن الشراء من الأولى إعانة لسكانها وترغيب في سكانها، وكثرة أجرتها، والله سبحانه وتعالى أعلم
-------------------------------------------------------------------------------------

Halalkah mengkonsumsi makanan yang dijadikan sesaji pada upaca ritual tersebut ?
jawab: Tafshil. بغية المسترشدين ص : 255

{ مسئلة ب } القنيص المعروف بحضر موت من أكبر البدع المنكرات والدواهي المخزيات لكونه خارجا عن مطلوبات الشرع ولم يكن في زمن سيد المرسلين والصحابة والتابعين صلى الله عليه وعليهم أجمعين ومن بعدهم من الأئمة ولم يرحع إلى أساس ولم يبن على قياس بل من تسويلات الرجيم وتهويسات ذي الفعل الذميم والعقل الغير المستقيم لأن من عاداتهم أنه إذا امتنع عليهم قتل الصيد قالوا بكم ذيم فيذبحون رأس عنم على الطوع يعني العود الذي تمسك به الشبكة تطهيرا للقنيص من كل شك ووسواس فالذبح على هذه الصفة لا يعجل قتل ما لم يحضر أجله إذ الأجل كالرزق والسعادة والسقاوة له حد ووقت مقدر كما قال تعالى " لكل أجل كتاب " إلى أن قال.... ثم الذبح على مثل هذه الحالة يتنوع على ثلاثة أمور إما أن يقصد به التقرب إلى ربه ولم يشرك معه أحدا من الخلق طامعا في رضاه وقربه, وهذا حسن لا بأس به وإما أن يقصد به التقرب لغير الله تعالى كما يتقرب إليه معظما له كتعظيم الله كالذبح المذكور بتقدير كونه شيأ يتقرب إليه ويعول في زوال الذيم عليه فهذا كفر والذبيحة ميتة وإما أن لا يقصد ذا ولا ذا بل يذبح على نحو الطوع معتقدا أن ذلك الذبح على تلك الكيفية مزيل للمانع المذكور من غير اعتقاد أمر آخر فهذا ليس بكفر ولكنه حرام والمذبوح ميتة أيضا وهذا هو الذي يظهر من حال العوام كما عرف بالإستقراء من أفعالهم كما حقق هذه الصور الأربعة أبو مخرمة فيمن ذبح للجن . هذا بخلاف ما يذبح للكعبة أو للرسل تعظيما لكونها بيت الله أو لكونهم رسل الله وكذا للعالم أو للسلطان أو للعروس استبشارا بقدومهم أو رضا غضبان فهو جائز من هذا الوجه
حاشية الجمل ج : 5 ص : 236
(فرع) لا تحل ذبيحة المسلم لغير الله كمحمد ... اوللجن بل ان ذبح لذلك تعظيما اوعبادة كفر نعم ان ذبح للرسل ... لكونهم رسل الله اوللجن بقصد التقرب الى الله ليكفيه من شرهم لم يحرم لانتفاء القصد لغير الله تعالى في الجميع.اهـ Oleh Su KakovAnang Makruf, dan Biqih ELbabakanie di Fiqh Kontemporer · 
 

jancok © 2008. Design By: SkinCorner